Rekening Dormant, Kebijakan Serampangan

Oleh: Yuke Octavianty
Forum Literasi Muslimah Bogor
LenSaMediaNews.Com–Pemblokiran rekening menjadi satu fenomena yang menarik perhatian. Kebijakan ini menuai banyak kontroversi masyarakat. Pasalnya PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) dikabarkan memblokir rekening-rekening yang nganggur selama tiga bulan.
PPATK mengklaim kebijakan ini ditetapkan sebagai perlindungan dana nasabah terhadap penyalahgunaan rekening, seperti adanya jual beli rekening yang digunakan untuk tindakan pencucian uang (detiknews.com, 29-7-2025).
Kebijakan Asal-asalan
Lebih dari 31 juta rekening dibekukan. Tidak tanggung-tanggung, nilainya pun mencapai Rp 6 Trilyun. Demikian disampaikan Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah (cnnindonesia.com, 30-7-2025). Kebanyakan yang dibekukan adalah rekening yang sudah tidur terlalu lama, yakni sekitar 5 tahun tanpa transaksi lanjutnya.
PPATK pun menyampaikan, rekening dormant riskan disalahgunakan. Kebanyakan digunakan untuk menadah dana hasil tindak pidana, jual beli rekening, transaksi jual beli narkoba hingga wadah untuk menampung harta hasil korupsi.
Namun, faktanya tidak demikian. Sasaran kebijakan pembekuan rekening justru menyasar pada rekening masyarakat yang digunakan untuk menerima bantuan sosial dan penyaluran dana pendidikan.
Kebijakan ini menimbulkan keresahan. Hingga akhirnya pada 31 Juli 2025, 28 juta rekening dormant dibuka kembali. Namun sayang, kegaduhan terlanjur sudah terjadi. Sorotan masyarakat akhirnya menyeret Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana dipanggil Presiden Prabowo dan pembekuan rekening pun akhirnya dibatalkan (tempo.co, 1-8-2025).
PPATK dinilai lalai pada hak nasabah dengan menetapkan kebijakan pemblokiran tanpa persetujuan pemilik rekening. Mestinya PPATK mampu mendalami kasus ini dengan cermat, dan tidak bisa dipukul rata semua rekening tidur selalu berkaitan dengan pencucian uang atau tindakan kriminal lainnya. Banyak alasan nasabah tidak menarik atau menambah uang di rekeningnya. Dan keputusan ini menjadi keputusan pribadi yang semestinya dihormati.
Kebijakan yang ditetapkan PPATK jelas sebuah kelalaian. Kebijakan ini pun dinilai sebagai kebijakan asal-asalan tanpa perhitungan matang. PPATK tengah terjangkit virus represif yang terlalu dalam mencampuri urusan pribadi rakyat.
PPATK pun dinilai masyarakat tidak berbeda dengan lembaga-lembaga lain yang mengangkangi hak pribadi rakyat, represif dan terlalu “kepo” dengan hak individu rakyat. Jelas-jelas kebijakan semacam ini menghilangkan rasa kepercayaan pada setiap kebijakan yang ditetapkan negara.
Keadaan ini pun diperparah dengan minimnya pelayanan dan perlindungan terhadap setiap hak rakyat, mulai dari keamanan, kesejahteraan hingga pelayanan kebutuhan primer rakyat. Terlebih, saat ini keadaan ekonomi tengah diterpa badai yang terus membelit. Wajar saja, kepercayaan rakyat kian tergerus.
Inilah fakta sistem yang tidak mampu melayani rakyat. Setiap kebijakan ditetapkan serampangan tanpa pikir panjang. Parahnya lagi, setiap kebijakan yang ada adalah pesanan para penguasa yang menyalagunakan wewenang. Dengan dalih menjaga privasi dan keamanan rakyat, faktanya justru menyulitkan rakyat dalam pemenuhan kebutuhannya.
Buruknya fakta penerapan sistem sekularisme kapitalistik. Setiap kebijakan jauh dari konsep pelayanan. Kebijakannya hanya diorientasikan untuk kepentingan pencapaian keuntungan materi. Walhasil, rakyat selalu diliputi kesulitan yang tidak berkesudahan.
Pandangan Islam
Sistem Islam menetapkan bahwa rakyat adalah satu-satunya prioritas yang wajib dilayani sebagai bentuk ketundukan pada hukum syarak. Rasulullah SAW. bersabda: “Seorang imam (pemimpin) adalah penggembala (penjaga) dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.”(HR. Bukhari Muslim).
Setiap keputusan dan kebijakan senantiasa ditimbang dan dipikirkan matang agar tidak menimbulkan kekacauan dan kesulitan dalam melayani rakyat.
Sistem Islam menorehkan sejarah perlindungan hak individu pada masa kekhilafahan. Salah satunya pada masa Khalifah Umar bin al Khattab, dengan dibentuk Diwan, yakni badan administrasi negara yang mencatat dengan detail proses pendistribusian harta Baitulmaal dan datanya tidak disebarkan kepada publik. Sehingga privasinya senantiasa terjaga. Para pelayan negara yang membocorkan data pribadi rakyat ditetapkan padanya sanksi tegas.
Negara dalam tatanan Islam pun membuka “rekening aman” yang diperuntukkan bagi rakyat yang ingin menitipkan hartanya dengan jaminan penjagaan ketat. Konsep ini pernah diterapkan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Karena dalam hukum syarak, menjaga harta rakyat adalah amanah besar yang wajib ditanggung negara.
Sempurnanya tatanan Islam. Mekanisme dan strategi yang diterapkan senantiasa disandarkan pada hukum-hukum Allah SWT. sebagai bentuk tanggung jawab dan ibadah. Berkah melimpah dalam tatanan amanah. Wallahu alam bisshowwab. [LM/ry].