Remaja Korban Bullying semakin Membahayakan

Oleh Ummu Kayyisah,
Pemerhati Remaja
LensaMediaNews.com, Opini_ Jika sebelumnya pelaku bullying yang ditakuti kini korbannya lebih mengkhawatirkan orang-orang disekitarnya. Seperti kasus baru-baru ini jagat media dibuat gempar dengan terbakarnya asrama salah satu pondok pesantren di Aceh yang dilakukan oleh santri sendiri. Pelaku mengaku sakit hati karena selama ini dibully oleh rekan-rekannya.
Hal serupa juga dilakukan seorang Siswa SMA Negeri di Jakarta Utara diduga melakukan aksi ledakan di sekolah diduga kerap jadi korban bullying. Pelaku mengalami tekanan sosial berat akibat ejekan, pelecehan, dan pengucilan. (Cnnindonesia.com, 7-11-2025)
Kasus bullying yang terus terjadi di berbagai daerah terutama di kalangan anak didik atau pelajar ini menjadi bukti kesekian kalinya gagalnya sistem pendidikan sekuler kapitalis dalam menyelesaikan kasus bullying. Alih-alih menyelesaikan justru korbannya tak kalah membahayakan dari pelakunya. Melakukan aksi nekat percobaan bunuh diri hingga merusak fasilitas publik.
Ini menjadi bukti bahwa sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini telah gagal mencetak generasi berkepribadian Islam. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan saat ini hanya berorientasi materi dan nilai. Alhasil, anak didik melakukan segala cara demi nilai sehingga menjadi kering akan iman. Menjadi pribadi-pribadi yang tidak punya perasaan dan raja tega. Padahal iman yang kuat sangat dibutuhkan untuk mencegah dari perbuatan yang menzalimi orang lain. Sangat takut meski hanya menyakiti dengan perkataan apalagi perbuatan bahkan merugikan banyak orang.
Pengaruh sosial media memperparah pelaku aksi bullying, bahkan bullying dijadikan candaan di medsos demi cuan. Sosial media yang seharusnya bisa menjadi media pendidikan dan sarana menyebarkan kebaikan. Kini menjadi rujukan korban bullying untuk melakukan tindakan yang membahayakan nyawa orang lain sebagai pelampiasan kemarahan atau dendam. Hal ini menunjukkan telah terjadi krisis adab dan hilangnya fungsi pendidikan.
Berbeda jauh dengan Islam. Islam menetapkan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam. Selain itu juga mengajarkan berbagai skill yang dibutuhkan anak didik sesuai fitrahnya. Laki-laki sebagai qawwam yang berkewajiban mencari nafkah. Akan diajarkan skill untuk bekerja. Perempuan sebagai ummun warabbatul bayt diajarkan skill dalam mengerjakan tugas-tugasnya, misal memasak mencuci dan merawat anak-anak, dan sebagainya.
Berbeda dengan kapitalis yang hanya menjejali berbagai teori ke anak didik namun minim praktek. Proses pendidikan Islam dilakukan dengan cara pembinaan intensif, membentuk pola pikir dan pola sikap islami, tidak hanya fokus pada nilai materi, tapi juga nilai maknawi dan nilai ruhiyah. Sehingga terbentuk generasi yang paham benar salah dari sudut pandang Islam yang sudah ditetapkan penciptanya. Terciptalah generasi emas yang memiliki adab yang tinggi dan semangat yang luar biasa dalam berbagai bidang ilmu untuk kemaslahatan umat. Ditopang dengan penerapan kurikulum yang berbasis akidah Islam, menjadikan adab sebagai dasar pendidikan.
Selain itu, Islam juga dilengkapi dengan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, yang diberlakukan pada siapapun yang melanggar ketentuan syariah tanpa pandang bulu. Termasuk perilaku bullying atau berbagai tindakan zalim lainnya.
Melaksanakan semuanya itu membutuhkan peran Negara (khilafah). Dalam Islam negaralah yang wajib menjadi penjamin utama pendidikan, pembinaan moral umat, dan perlindungan generasi dari kezaliman sosial.
Dengan mekanisme Islam yang super komprehensif ini dipastikan tak akan berjatuhan terus korban bullying berikutnya. Sudah saatnya umat Islam menyadari bahwa sebenarnya solusi atas kasus bullying dan bahkan semua problem hari ini sebenarnya sudah ada pada Islam yang selama ini kita yakini. Bukankah sangat layak jika umat IsIam berjuang bersama agar sistem Islam kembali di terapkan? Wallahu a’lam bis shawwab.
