Saat Kelaparan Menjadi Desain Pelemahan Umat

Oleh Lulu Nugroho
LensaMediaNews.com, Opini_ Gaza lapar sepanjang hari. Kelaparan yang panjang tanpa henti, terus menghantui tak ubahnya senjata api. Pemimpin dunia masih tak bergeming menyaksikan hal ini. Tak mengirimkan tentara, tak menuntaskan genosida. Bahkan mereka terus beretorika, mengecam penjajahan, memberi solusi semu yaitu dua negara, dan mengirimkan bantuan yang akhirnya tertahan di gerbang Rafah.
Berbeda dengan para pemimpin negeri muslim, warga justru terus berupaya mengirimkan bantuan melalui berbagai cara. Salah satunya dilakukan oleh warga Mesir yang melemparkan botol plastik berisi biji-bijian, berupa beras, gandum dan lentil, ke pantai Mediterania. Aksi ini pun akhirnya diikuti warga Libya, Aljazair, Maroko, Tunisia. Meski sedikit bahan makanan yang dilarung ke laut, namun seluruh dunia berharap, botol-botol tersebut sampai ke tangan warga Gaza, dengan selamat.
Gaza yang Lapar
Sejak Oktober 2023, anak-anak termasuk menjadi korbannya, 100.000 bayi terancam malnutrisi berat. Blokade total berhasil membuat mereka menderita kelaparan. Dunia Arab pun tak bersuara. Mereka sepakat diam menyaksikan satu demi satu saudara seakidah, tumbang.
Direktur eksekutif Unicef menyatakan dalam sidang Dewan Keamanan PBB pada Kamis (17/7/2025) bahwa data mengerikan ofensif Israel di Gaza, yakni lebih dari 17.000 anak tewas sejak perang dimulai. Rata-rata 28 anak meninggal setiap harinya. Menurut Kementrian Kesehatan bahwa jumlah ini lebih rendah daripada yang tercatat. Sebab tak terhitung lagi ribuan anak-anak yang hilang dan terkubur di bawah reruntuhan.
Tidak hanya makanan, air pun sulit didapat. Menurut data kesehatan multi-lembaga, kasus diare akut berair di kalangan warga Palestina meningkat sebesar 150%, diare berdarah sebesar 302%, dan penyakit kuning akut sebesar 101%, membebani sistem kesehatan Gaza yang sudah hancur. Penyakit yang ditularkan melalui air telah meningkat di Gaza, naik hampir 150% hanya dalam tiga bulan.
Entitas Zionis dengan sengaja menghalangi aliran bantuan kemanusiaan. Mereka semakin jumawa sebab Amerika berdiri di belakangnya. Sedangkan rasa lapar adalah salah satu kebutuhan jasmani (hajatul udhwiyah) yang harus dipenuhi. Jika tidak, manusia akan mati. Di Gaza, kelaparan merupakan desain genosida yang dipaksakan terhadap lebih dari dua juta orang. Saat seseorang terpaku pada kebutuhan perutnya, maka akan sulit mereka menjaga tanah airnya. Hal itu yang diinginkan Zionis, yakni menguasai tanah kharajiyah tersebut, dengan mudah.
Maka dengan kejam Zionis menembaki warga yang berebut tepung. Bukti bahwa kelaparan juga menjadi bentuk penghinaan. Demi mendapatkan satu butir lentil warga Palestina harus bertaruh nyawa. Pembantaian di lokasi distribusi makanan di Gaza terjadi hampir setiap hari. Hingga 13 Juli, PBB menyebutkan 875 warga Palestina telah tewas saat mencoba mengakses makanan, 201 di sepanjang jalur bantuan dan sisanya di titik distribusi. Ribuan lainnya terluka. Kelaparan ini sengaja dibuat sebagai metode perang, dan ini merupakan kejahatan.
Sejatinya tentara Zionis bertanding secara ksatria melawan pasukan jihad. Tidak boleh merusak bangunan dan sarana umum, serta tidak melibatkan rakyat sipil. Namun ketiadaan Khilafah membuat kaum muslim seluruh dunia terhina sepanjang masa. Terpaksa tunduk pada kepemimpinan kufur yang justru bermanis muka kepada Zionis dan sekutunya.
Khilafah Solusi Hakiki
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Ingatlah, kamu adalah orang yang diajak menginfakkan hartamu di jalan Allah. Lalu di antara kamu ada orang yang kikir. Dan barang siapa yang kikir, sesungguhnya dia kikir terhadap dirinya sendiri. Allah Makakaya, kamulah yang membutuhkan karunia-Nya. Jika kamu berpaling dari kebenaran, Dia akan menggantikan kamu dengan kaum yang lain, yang tidak akan durhaka sepertimu.”
(QS Muhammad 47: 38)
Kelaparan hebat pernah melanda Eropa di akhir abad ke-17. Great hunger akibat gagal panen kentang di Irlandia dan Skotlandia. Selain itu Irlandia berada di bawah dominasi Inggris yang memberlakukan kerja tanam paksa dan biaya sewa tanah yang sangat tinggi. Akibatnya, 1 juta penduduk Irlandia tewas karena kelaparan. Dan ini digadang-gadang sebagai bentuk genosida oleh Pemerintah Inggris Raya.
Khalifah Utsmani kala itu, Abdul Majid menghubungi Pemerintah Inggris meminta izin mengirimkan bantuan dari Istanbul, Turki, bagi warga Irlandia. Khalifah hanya diberi izin mengirim 1000 sterling, namun secara sembunyi ia mengirimkan 3 kapal besar yang penuh dengan muatan makanan, pakaian, obat-obatan dan kebutuhan lainnya. Ratu Victoria berusaha memblokir bantuan tersebut, sebab tak sesuai perjanjian. Akan tetapi kapal-kapal Khilafah berhasil berlabuh di pelabuhan Drogheda, Irlandia.
Hal tersebut sangat berarti bagi masyarakat Irlandia, terutama yang tinggal di sekitar pelabuhan Drogheda. Mereka mengabadikannya dengan bentuk prasasti. Kub sepak bola Irlandia, Drogheda United FC, pun menggunakan logo bulan sabit dan bintang, yang merupakan simbol kekhalifahan pada saat itu.
Pada tahun 1995, Wali Kota dan Duta Besar Turki meresmikan bangunan dengan bertuliskan The Great Irish Famine 1847 untuk mengenang dan kebaikan rakyat Turki. Dan terdapat sebuah dokumen berupa surat ucapan terima kasih, dari tokoh-tokoh masyarakat Irlandia kepada sultan Abdul Majid I, yang masih tersimpan hingga saat ini.
Islam rahmatan lil ‘alamin akan memuliakan manusia, tidak aniaya dan menzalimi makhluk Allah SWT. Palestina pun butuh Khilafah, negara adidaya yang akan bersegera mengirimkan tentara dan bala bantuan, dan menegakkan keadilan. Tidak hanya mengenyahkan penjajahan, menghilangkan kelaparan, tetapi juga menjadi perisai (junnah) dan pengurus (ra’in) bagi seluruh perkara kaum muslim. Tsumaa takuunu khilafatan a’la minhajin nubuwwah.