Sekolah Rakyat, Cara Tepat Mengentaskan Kemiskinan?

SR, LenSaMedia

Oleh : Eva Sanjaya

 

LenSaMediaNews.Com–Sekolah Rakyat (SR) adalah program yang diinisiasi oleh Presiden Prabowo Subianto sebagai salah satu langkah strategis untuk memfasilitasi rakyat kecil dan memutus rantai kemiskinan antar generasi.

 

Program ini ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem yang selama ini sulit mengakses pendidikan berkualitas. Sekretaris Jenderal Kementerian Sosial (Kemensos) Robben Rico menyatakan SR bukan program Kemensos, melainkan program Presiden Prabowo yang diamanahkan kepada Kemensos melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 (kompas.com, 21-7-2025).

 

Memasuki tahun ajaran baru 2025/2026, Sekolah Rakyat pun dimulai. Memakai sistem sekolah asrama (boarding school) dan bersifat gratis, berbagai fasilitas akan didapatkan bagi anak didik diantaranya berupa seragam, sepatu, makanan, perlengkapan mandi, pemeriksaan kesehatan, pemetaan bakat dan tentu saja jaminan makanan yang bergizi.

 

Hadir dengan tiga prinsip, yaitu memuliakan wong cilik, menjangkau yang belum terjangkau, dan memungkinkan yang tidak mungkin; program ini diklaim sebagai upaya konkret dalam memutus mata rantai kemiskinan melalui pendidikan.

 

Peserta SR telah dijaring  dari keluarga miskin dan miskin ekstrem berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Terhitung 14 Juli 2025, ada 63 Sekolah Rakyat yang sudah beroperasi dengan 9.705 anak yang belajar di Sekolah Rakyat Sisanya, 37 sekolah akan dibuka pada Agustus 2025 nanti. Lantas, benarkah program Sekolah Rakyat ini mampu mengentaskan kemiskinan ? (Kompas.com, 21-7-2025).

 

Nampaknya kebijakan ini perlu dianalisis lebih mendalam. Pasalnya kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan kemiskinan yang terstruktural, bukan kemiskinan yang alamiah. Adanya penyerahan kekayaan alam oleh negara pada korporasi menjadi salah satu biang keladinya sehingga hak rakyat untuk bisa menikmatinya jauh dari angan-angan.

 

Sekilas, program SR dengan tujuan menghapus kemiskinan tampak bagus. Namun, justru memperlihatkan adanya tendensi sekolah berkasta yakni sekolah khusus untuk keluarga kaya dan sekolah rakyat miskin. Padahal, pendidikan adalah hak setiap anak didik, tidak memandang kaya atau miskin. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar ini rakyat haruslah mendapat perlakuan, pelayanan, dan fasilitas yang sama.

 

SR seharusnya mengakomodasi seluruh lapisan rakyat. Kata “rakyat” janganlah tersemat hanya pada kalangan orang tak mampu dan miskin. Seakan-akan ketika menyebut “rakyat” maka akan mengarah pada kaum papa semata. Pendidikan berkasta sangat mungkin terjadi dalam sistem pendidikan Kapitalistik yakni menjadikan sektor pendidikan sebagai peluang bisnis dengan meraup untung besar dan lumbung cuan.

 

Pendidikan menjadi barang mahal dan berbayar. Kalau pun diberikan gratis, layanan  yang didapatkan ala kadarnya. Inilah realitas pendidikan saat ini di dalam Sistem Kapitalisme sekular.

 

Sangat jelas, sistem hari ini menempatkan negara hanya sebagai regulator. Perannya sebatas membuat regulasi (kebijakan). Negara tidak menjadi pengurus rakyat, baik dalam menyediakan layanan pendidikan maupun menjamin kesejahteraan rakyat. Justru penyelenggaraan dialihkan ke pihak swasta.

 

Walhasil, pendidikan menjadi eksklusif. Orang kaya dan mampu akan mendapatkan akses pendidikan yang terbaik sementara yang miskin dan tak mampu mendapatkan kualitas yang minim. Solusi jangka pendek seperti SR hanya sekedar solusi tambal sulam yang tak menyentuh akar permasalahan.

 

Hal ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Pendidikan merupakan hak setiap individu yang merupakan tanggung jawab negara. Penguasa di dalam sistem Islam benar-benar berperan sebagai raa’in (pengurus rakyat) dan junnah (perisai pelindung rakyat) sehingga kebutuhan pendidikan bisa terpenuhi secara paripurna. Penyelenggaraan pendidikan diberikan secara gratis dan didanai oleh BaitulMal.

 

Sementara, sistem pendidikan Islam melahirkan generasi yang memiliki kepribadian Islam. Terwujud di dalam dirinya pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah) Islam dengan menanamkan tsaqafah Islam berupa akidah, pemikiran, dan perilaku Islam ke dalam akal dan jiwa anak didik sehingga terarah hidupnya.

 

Sistem Islam bertujuan mewujudkan Rahmatan lil ’alamin yang bertujuan menciptakan kemaslahatan umat. Dibawah naungan Daulah Khilafah, pendidikan akan berfungsi sebagai pusat peradaban.

 

Bangunan dan gedung didesain indah dan canggih dalam rangka mencerminkan sistem pendidikan Islam yang dilengkapi sarana dan prasarana terkini demi memenuhi pra syarat keamanan, kenyamanan dan kesehatan dalam proses belajar mengajar. Negara wajib memenuhi kebutuhan publik secara cuma-cuma. Wallahualam bishowab. [LM/ry].