Solusi Dua Negara, Jalan Ilusi Terhapusnya Penjajahan

Oleh: Noviya Dwi
LenSaMediaNews.Com–Presiden RI, Prabowo Subianto, sudah beberapa kali menegaskan dukungan Indonesia terhadap solusi dua negara (two-state solution) sebagai jalan perdamaian bagi konflik Israel–Palestina.
Dalam pandangan beliau, Palestina diberi pengakuan kemerdekaan, sementara Israel tetap diakui keberadaannya sebagai negara. Sekilas, konsep ini terdengar adil dan penuh kompromi. Banyak yang menganggapnya sebagai titik temu agar pertikaian panjang bisa dihentikan.
Namun, jika kita teliti lebih dalam, gagasan dua negara sejatinya hanyalah ilusi yang terus-menerus dijual oleh Amerika Serikat dan Barat kepada dunia, khususnya negeri-negeri muslim (tribunnews.com, 23-09-2025).
Realitas di lapangan berbicara sebaliknya. Gaza tidak berhenti dibombardir. Ribuan nyawa melayang, anak-anak syahid, rumah-rumah hancur, dan tanah suci diporak-porandakan. Israel semakin brutal dalam melancarkan serangan, sementara dunia internasional lebih banyak memilih diam atau sekadar memberikan komentar basa-basi yang tidak berujung pada tindakan nyata.
Tragisnya, tidak ada satu pun negara besar yang sungguh-sungguh berdiri membela Gaza. Semua terjebak dalam narasi “solusi dua negara” yang sejatinya hanya menguntungkan Israel.
Solusi Semu Para Pemimpin
Mengapa solusi dua negara layak disebut sebagai jalan ilusi? Karena konsep ini mengukuhkan penjajahan, melanggengkan kezaliman, dan mematikan semangat pembebasan Palestina. Pengakuan terhadap solusi dua negara berarti menerima kenyataan bahwa sekitar 70–80 persen tanah Palestina sah menjadi milik Israel.
Padahal tanah itu adalah tanah umat Islam, yang direbut dengan paksa oleh penjajah Barat, melalui pertumpahan darah, pengusiran besar-besaran, dan genosida sejak tahun 1948. Jelas jalan perdamaian bukanlah solusi!
Justru setiap kali ada perjanjian, Israel semakin memperluas permukiman ilegal, memperkokoh kekuasaan, dan memperketat blokade atas Gaza. Semua perjanjian hanyalah jebakan politik yang melemahkan perjuangan rakyat Palestina.
Israel memiliki kekuatan militer besar, dukungan penuh dari negara-negara adidaya, serta akses politik dan ekonomi global. Sementara itu, Palestina hanya diberi secuil tanah yang bahkan tidak memiliki kedaulatan penuh. Itu bukanlah bentuk keadilan, melainkan penghinaan yang dibungkus narasi diplomasi.
Lebih menyedihkan lagi, ilusi dua negara justru diikuti oleh banyak pemimpin negeri-negeri muslim. Alih-alih membela Palestina dengan langkah nyata, mereka memilih jalur aman dengan mengikuti skenario Barat, tunduk pada tekanan internasional, dan meninabobokan umat dengan mimpi palsu perdamaian.
Padahal, Islam memiliki jalan yang jelas dan tegas dalam menghadapi penjajahan. Sejarah membuktikan bahwa pembebasan Palestina tidak pernah dicapai melalui kompromi atau diplomasi kosong. Kita bisa belajar dari sosok Salahuddin al-Ayyubi. Beliau tidak menempuh jalan perundingan untuk merebut kembali kota suci itu.
Justru, beliau mengerahkan kekuatan umat, menyatukan barisan kaum muslimin, dan berjihad hingga Palestina kembali ke pangkuan Islam. Hal ini menegaskan bahwa kebebasan Palestina hanya bisa terwujud melalui kekuatan Islam.
Jalan Hakiki Menurut Islam
Islam tidak pernah mengajarkan kompromi dengan penjajah. Jalan syar’i untuk membebaskan Palestina adalah dengan jihad fi sabilillah, tegaknya Khilafah sebagai pelindung umat, dan solidaritas nyata yang diwujudkan dalam aksi konkret. Penjajahan tidak akan pernah berakhir hanya dengan kata-kata, pertemuan meja bundar, atau konferensi diplomatik.
Penjajahan hanya bisa dihentikan dengan perlawanan nyata. Umat Islam memiliki potensi militer dan sumber daya yang jauh melampaui Zionis. Jika pasukan umat benar-benar dikerahkan, kemenangan bukanlah hal mustahil.
Di sisi lain, umat Islam membutuhkan institusi politik yang menyatukan mereka dalam satu barisan. Selama negeri-negeri muslim tercerai-berai menjadi puluhan negara, Palestina akan terus menderita sendirian. Hanya dengan Khilafah, seluruh potensi umat dapat digerakkan secara terarah dan terorganisir untuk melindungi Al-Quds dan membebaskan Gaza.
Selain itu, solidaritas nyata bukan sekadar doa, kecaman, atau bantuan kemanusiaan. Semua itu penting, tetapi tidak cukup. Yang dibutuhkan adalah pengerahan pasukan, pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel, serta boikot total terhadap produk dan kepentingan Zionis.
Sekali lagi, solusi dua negara hanyalah tipuan dan bukan jalan keluar, sebaliknya justru memperpanjang penjajahan. Palestina tidak membutuhkan negara kecil hasil kompromi, tetapi pembebasan total dari tangan Zionis. Umat Islam sesungguhnya memiliki semua yang diperlukan, seperti jumlah yang besar, kekayaan melimpah, dan potensi kekuatan militer yang luar biasa.
Yang dibutuhkan hanyalah kepemimpinan Islam yang menyatukan, menempuh jalan jihad, dan menegakkan Khilafah sebagai perisai umat. Saat momentum itu tiba, Palestina akan benar-benar merdeka. Wallahualam bishawab. [LM/ry].