Tunjangan Anggaran DPR Fantastis, Kok Bisa?

TunjanganDPR-LenSaMedia

Oleh : Sri Haryati

 

LenSaMediaNews.Com–Tanggal 17 Agustus merupakan hari yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia. Karena hari itu merupakan hari kemerdekaan bangsa ini. Dan kali ini adalah hari kemerdekaan yang ke-80. Suka cita perayaan belum selesai dan bisa di bilang masih berlangsung. Tetapi bersamaan dengan hal itu ada berita yang sangat menghebohkan seantero Indonesia.

 

Apakah itu? Naiknya tunjangan bagi para wakil rakyat yang di nilai sangat fantastis membuat hati rakyat terluka. Bagaimana tidak? di tengah protesnya rakyat tentang kenaikan pajak dan lesunya perekonomian yang belum mendapat solusi, ternyata penguasa negara membuat keputusan menaikkan tunjangan yang nilainya sangat tinggi.

 

Misalnya saja tunjangan beras Rp12 juta/bulan, tunjangan perumahan Rp 50 juta/bulan dan beberapa tunjangan yang lain, yang jumlahnya mencapai Rp104 juta/bulan. Sedang UMR di Indonesia rata-rata Rp3,5- Rp4 juta/bulan.

 

Politikus Partai Golkar, Adies, menjelaskan seusai rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025, bahwa gaji anggota dewan tidak mengalami kenaikan dan tetap berada di kisaran Rp6,5 juta hingga hampir Rp7 juta.

 

Namun, ia menyebut para anggota dewan menerima sejumlah tunjangan, antara lain tunjangan perumahan sekitar Rp50 juta, tunjangan beras yang naik dari Rp10 juta menjadi Rp12 juta, serta tunjangan bensin yang naik dari Rp4–Rp5 juta menjadi Rp7 juta per bulan. Menurutnya, kenaikan tersebut sejalan dengan tingginya mobilitas anggota dewan setiap bulan (Tempo.co, 19-08-2025).

 

Dari sini tampak ketimpangan yang sangat tinggi. Yang kebanyakan anggaran hanya digunakan untuk tunjangan, dan itupun sebagian besar didapatkan dari pajak. Memang tidak bisa di pungkiri, jika Sistem Kapitalisme akan melahirkan politik transaksional.

 

Dimana tujuan untuk menjadi pejabat negara adalah materi atau uang. Karena dalam praktinya saat pencalonan, biaya yang dikeluarkan sangat tinggi. Maka setelah jadi pejabat, yang mereka pikirkan bagaimana cara untuk bisa mendapat uangnya kembali.

 

Tidak sedikit yang menggunakan jabatan sebagai alat untuk menekan rakyat demi meraih kekayaan. Tugas mereka yang seharusnya melayani kepentingan rakyat menjadi terbalik. Sehingga rakyat yang menderita untuk pemenuhan kebutuhan mereka.

 

Maka hilanglah amanah sebagai wakil rakyat. Rasa empati pun sudah hilang. Beginilah memang aturan dalam sistem kapitalisme, stadar ukuran adalah materi. Siapapun yang masuk dalam lingkaran sistem ini akan menjadi kalap walaupun sebelunya mereka orang yang baik.

 

Dalam Sistem Islam, yang dipakai untuk mengatur negara adalah aturan yang sudah diturunkan oleh Allah SWT., yaitu syariat Islam. Pejabat dalam Islam akan menjalankan tugas sebaik-baiknya karena mereka sadar betul bahwa mereka akan di mintai pertanggung jawaban di hadapan Allah kelak.

 

Maka posisi majelis umat dalam Islam adalah representasi rakyat dan memiliki tugas memberikan masukan kepada Khalifah jika ada pelencengan hukum syara atau ada hal rakyat yang belum tertunaikan, majelis umat juga bisa menunjukkan ketidak sukaan kepada wali, gubernur atau siapapun pegawai negara yang kemudian Khalifah bisa menghentikan dan menggantikannya dengan orang lain.

 

Majelis umat dalam Islam bukan ASN sehingga digaji, melainkan hanya santunan yang cukup untuk melaksanakan tugasnya, jika dibutuhkan. Sebab, tugas mengoreksi penguasa adalah perintah syariat, sehingga akan dilakukan berdasarkan keimanan yang kuat.

 

Politik dalam Islam, adalah  sarana dalam mengurusi umat. Sehingga jabatan yang diemban merupakan tugas mulia yang nantinya bisa mendatangkan keridaan Allah.

 

Dan mereka tidak akan berani memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri sendiri atau membuat kebijakan yang bisa menyengsarakan umat. Dalam menjalankan tugasnya mereka selalu berlandaskan iman dan selalu terikat dengan hukum syariat.

 

Untuk bisa mewujudkan semua itu, maka setiap muslim hendaknya memiliki kepribadian Islam dan berjuang menjadikan syariat tidak hanya diketahui tapi diterapkan dan dijalankan oleh negara, agar keadilan dan kesejahteraan hakiki bisa terwujud.

 

Baik pejabat, majelis umat maupun rakyat berada dalam satu aturan, pemikiran dan perasaan yang sama, yaitu Islam. Wallahu alam bisawwab. [LM/ry].