Tuntunan Allah dan Rasul-Nya Membangun Kehidupan Ekonomi yang Stabil

Oleh Nadisah Khairiyah
Lensamedianews.com__
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ (QS Al-Qasas : 77)
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ayat ini merupakan sebuah petunjuk kepada manusia dan khususnya kepada kaum muslimin bahwa Al-Qur’an tidak mengatur masalah ibadah atau masalah akhirat semata. Harta yang diberikan Allah kepada manusia, gunakan untuk bekal di akhirat. Misalnya memanfaatkan harta dengan mengeluarkan zakat, sedekah, menafkahi anak dan istri, wakaf, memberikan pinjaman, dan lain-lain. Namun diperkenankan juga untuk memenuhi kebutuhan kita di dunia. Dan catatannya, harta tersebut diperoleh dan dipergunakan dengan tuntunan yang Allah dan Rasul-Nya telah berikan.
Maka ayat ini membuka jalan untuk mencari tahu apa yang harus dilakukan untuk mencari harta dan bagaimana cara memanfaatkannya. Hal ini bertentangan dengan ide dalam sistem kapitalis saat ini. Manusia boleh melakukan apapun, dengan harta / pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya. Dalam sistem kapitalis kita akan dapati orang-orang menggeluti bisnis yang paling menguntungkan meski kotor. Suatu hal yang wajar bisnis ribawi, bisnis pornografi, bisnis game, bisnis miras, bisnis prostitusi, bisnis peternakan dan penjualan daging babi, adalah bisnis yang manusia geluti. Kenapa hal ini terjadi? Karena manusia pada saat sekarang tidak menjadikan Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman hidup.
Apa saja yang bisa dilakukan manusia untuk mencari harta, antara lain dengan berjual beli, menjalankan syirkah atau kerjasama usaha, menghidupkan tanah mati, menambang, menjadi perantara, dan melakukan upah mengupah. Namun perlu diperhatikan jenis barang yang diperjual belikan, usaha yang dijalankan, upah mengupah, semuanya mengikuti aturan Allah. Sebagai contoh tidak boleh berjual beli barang yang diharamkan (contoh miras, daging babi), upah mengupah dalam pekerjaan yang dilarang (prostitusi), jenis barang yang ditambang, diatur mana yang boleh ditambang oleh individu, mana barang tambang yang ditambang oleh negara untuk kepentingan umat. Barang tambang yang melimpah ruah, tidak diperkenankan untuk diberikan kepada pihak swasta apalagi kaum kafir. Saat ini sumber daya alam (barang tambang di antaranya) milik kaum muslim yang melimpah-ruah itu dikuasai oleh negara-negara kapitalis-imperialis. Inilah yang membuat negeri-negeri muslim semakin tak berdaya.
Kebutuhan kaum muslimin terhadap institusi merupakan sebuah jawaban terhadap seruan Allah. Allah ﷻ berfirman:
وَلَن يَجۡعَلَ ٱللَّهُ لِلۡكَٰفِرِينَ عَلَى ٱلۡمُؤۡمِنِينَ سَبِيلًا
Sekali-kali Allah tidak akan memberikan jalan kepada kaum kafir untuk menguasai kaum mukmin (TQS an-Nisa’ [4]: 141)
Jika ada institusinya maka kaum muslimin akan punya kekuatan dalam menghadapi negara-negara kafir penjajah. Dan tidak akan menjadi korban.
Dalam kasus perang tarif resiprokal yang dilancarkan Amerika, negeri-negeri muslim hanya menjadi penonton dan bahkan menjadi korban. Perang tarif saat ini adalah termasuk bagaimana cara berjual beli dengan negara lain. Apa yang dilakukan Amerika adalah memungut cukai. Allah ﷻ pada dasarnya melarang kita memungut cukai. Namun cukai boleh dipungut jika negara lain memberlakukan cukai. Seperti yang Amerika sekarang lakukan. Jika Amerika memberlakukan cukai terhadap barang Indonesia sebesar 32%, maka kita diperkenankan untuk melakukan hal yang sama. Sebagai catatan, balasan cukai bisa kaum muslimin lakukan jika kaum muslimin punya satu institusi yang kuat, yang seimbang dengan Amerika.
Karena itu jika negeri-negeri muslim bersatu-padu membangun kedaulatan ekonomi dengan segala potensinya, maka Dunia Islam akan menjelma menjadi adidaya ekonomi dunia yang lebih baik dan berkah. Tidak merusak dan menghancurkan seperti sistem kapitalisme saat ini. Negeri-negeri muslim jelas memiliki keunggulan besar seperti bonus demografi, kekayaan sumberdaya alam yang melimpah dan jalur strategis perdagangan.
Atas dasar hal tersebut di atas, sebagai konsekuensi syahadat kita, harapan kita ditolong (mendapat syafa’at) Al-Qur’an, harapan mendapat syafa’at Rasulullaah ﷺ, maka kebutuhan terhadap institusi Khilafah adalah rasa yang harus ada. Maka akan muncul amal untuk memenuhi kebutuhan tersebut, yaitu upaya untuk mewujudkan kembali Khilafah. Institusi yang menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Salah satu risalah yang dibawa oleh Rasulullaah ﷺ, adalah bagaimana menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari, dengan beliau ﷺ sebagai pemimpinnya. Selanjutnya diteruskan oleh para Khalifah. Pengganti Rasulullaah ﷺ dalam masalah kepemimpinan.
Saat kaum muslimin menjalankan Al-Qur’an dan As-Sunnah dan berpegang teguh pada keduanya, ini adalah wujud dari ketakwaan hakiki. Ketakwaan semacam inilah yang pasti akan mendatangkan aneka keberkahan. Sebagaimana yang Allah ﷻ tegaskan:
وَلَوۡ أَنَّ أَهۡلَ ٱلۡقُرَىٰٓ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوۡاْ لَفَتَحۡنَا عَلَيۡهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ
Andai saja penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka aneka keberkahan dari langit dan bumi. (TQS al-A’raf [7]: 96)
والله أعلم بالصواب