Inses Menyeruak Akibat Penerapan Sistem Rusak (bagian 1)

20250526_064102

Oleh Sri Ratna Puri

(Pegiat Opini Islam)

Lensamedianews.com_ Gila. Sebungkus paket berisi janin tak bernyawa, diantar oleh seorang ojol. Setelah ditelusuri, ternyata janin tersebut hasil dari inses kakak beradik di sebuah keluarga, di kota Medan. Tak lama kemudian, muncul grup inses di Facebook, dengan nama Fantasi Sedarah. Tak hanya satu, tapi sampai enam grup serupa, dengan jumlah sampai ribuan anggota. Na’uzubillah.

 

 

Mirisnya, menyeruaknya kasus inses ini, setelah Indonesia belum lama didaulat sebagai negara paling relijius sedunia. Dan kasus ini, bukan kali pertama. Di tahun 2023, terjadi di Purwokerto, Banyumas. Tahun 2020, di Pasaman, Bukittinggi, di Trenggalek, di Banyuasing, dll. (www.liputan6.com, 28-08-2023)

 

Fenomena Gunung Es

Menilik dari jumlah anggota di grup Fantasi Sedarah, yang sampai ribuan orang, menunjukkan fakta, bahwa pelaku inses itu banyak. Ini baru di dunia maya, bisa jadi di dunia nyata jumlahnya lebih dari angka yang tertera. Wajar banyak pihak yang menyebut kasus inses ini, sebagai fenomena gunung es.

 

 

Artinya, yang nampak hanya bagian permukaan atasnya saja. Sementara bagian bawahnya, pasti jauh lebih raksasa. Dalam sekala wilayah daerah, nasional, apalagi sekala dunia, jumlahnya pasti menggurita. Ada apa dengan dunia?

 

Buah Sistem Rusak

Sistem hidup buatan manusia dipastikan lemah dan menimbulkan masalah. Karena ia berasal dari akal manusia yang lemah dan tempatnya masalah. Disebutkan, ada tiga sistem hidup yang ada di dunia. Dua diantaranya, buatan manusia. Yaitu sistem kapitalis sekuleris, dan sistem sosialis komunis. Terakhir, sistem Islam kafah, yang berasal dari Allah Swt.

 

 

Kedua sistem ini (kapitalis sekuleris dan sosialis komunis), menafikan peranan Tuhan. Dan saat ini, sistem kapitalis sekuleris yang sedang diterapkan oleh semua negara, di mana menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM), yang menuhankan kebebasan. Kebebasan beragama, berpendapat, bertingkah laku dan kepemilikan.

 

 

Ini yang menjadi sumber kerusakan. Karena agama atau keyakinan, mengikat pemeluknya. Begitupun pendapat dan tingkah laku, ada batasan yang harus diperhatikan. Dan kebebasan kepemilkan, ini pun konsep yang hanya dibuat-buat oleh manusia yang rakus dan tamak.

 

 

Akibatnya, seperti apa yang terjadi sekarang. Permasalahan datang tak berkesudahan dan bertambah runyam. Karena solusi yang diterapkan berasal dari aturan yang salah, sekaligus sumber masalah. Termasuk dalam kasus inses ini.

 

 

Setidaknya, bila dijabarkan lebih luas, ada dua faktor sebagai penjelas akar masalah di atas:

Pertama. Faktor internal, yakni terkait tidak adanya ketakwaan dan keimanan, sehingga mudah melakukan kemaksiatan.

 

Kedua: Faktor eksternal, berupa sistem hidup yang tidak memberikan perlindungan serta pencegahan, ditambah gerusan zaman.

 

 

Kita tentu tidak bisa menghindari era digital. Sayangnya, menurut data yang dikeluarkan We are Social & Kepios (2024), hanya 4,7% remaja yang menggunakan media sosial untuk hal-hal yang positif. Sisanya, negatif. Maka tidak heran, media sosial banyak memakan korban.

 

 

Belum lagi masalah ekonomi yang menyumbang munculnya kasus inses ini. Telah disebutkan di atas, sistem kapitalis sekuleris menjamin kebebasan kepemilikan, akhirnya memunculkan kesenjangan sosial. Yang kaya makin kaya, yang miskin semakin miskin.

 

 

Jangankan pengangguran, orang dengan penghasilan kurang, menimbulkan kemiskinan. Ketika miskin, tidak mampu tinggal di rumah dengan standar layak. Banyak keluarga yang tinggal di rumah dengan tipe RSSS (Rumah Sangat Sempit Sekali). Berjejalan, tidur pun demikian. Bagaimana tak menimbulkan rangsangan?

>Bersambung ke bagian 2