Pemakzulan Bupati Pati, Potret Buruk Demokrasi

Pemakzulan

 

Oleh Netty al Kayyisa

 

LensaMediaNews.com, Opini_ Ribuan warga Pati berunjuk rasa di depan kantor Bupati Pati pada Rabu, 13 Agustus 2025. Tak bisa dielakkan, kericuhan dan tembakan gas air mata mewarnai unjuk rasa ini. Dikabarkan tidak ada korban jiwa tetapi ada 34 orang yang terluka. DPRD Pati merespon unjuk rasa ini dengan membentuk pansus pemakzulan dan akan melakukan pembahasan pemakzulan mulai Kamis, 14 Agustus 2025 sebagaimana yang disampaikan ketua pansus Teguh Bandang Waluyo. (DetikJateng.com, 14-8-2025)

 

Pemicu utama dari kemarahan warga yang berunjuk rasa adalah kebijakan yang dtetapkan Bupati Pati terkait penyesuaian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang mencapai 250%. Kebijakan ini diambil karena kapasitas fiskal yang hanya 14% dinilai sangat rendah. Di sisi lain belanja pegawai mencapai 47%. Untuk menaikkan pemasukan daerah inilah PBB-P2 dinaikkan. (detik.com, 13-8-2025)

 

Pati mulai bergerak menuntut kezaliman penguasa. Sementara kebijakan serupa sudah ada di berbagai daerah termasuk di pemerintah pusat. Berbagai celah pungutan banyak dicari hingga ke lubang semut sekalipun. Bahkan tak segan penguasa berdalih bahwa membayar pajak sama dengan zakat dan wakaf dalam Islam (tempo.co, 15 -8-2025)

 

Narasi menyamakan kondisi hari ini seolah sama dengan penerapan syariah Islam mendorong opini bahwa hari ini, negara sudah sesuai dengan syariah sehingga tak perlu memperjuangkan tegaknya sistem Islam kaffah dalam naungan khilafah.

 

Padahal dari kasus pemakzulan Bupati Pati sangat jelas perbedaan mendasar antara sistem pemerintahan demokrasi hari ini dengan sistem khilafah. Beberapa perbedaan itu seperti :

Pertama, sumber pendapatan negara baik pusat maupun daerah dalam khilafah bukan pajak. Jika hari ini sumber pendapatan satu-satunya dan yang terbesar adalah pajak, maka dalam Khilafah justru melarang pajak. Bahkan mencela orang-orang yang memunngut pajak. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.

إِنَّ صَاحِبَ الْمَكسِ فِيْ النَّارِ

Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diadzab) di neraka” [HR Ahmad 4/109, Abu Dawud kitab Al-Imarah : 7]

 

Dalam sistem khilafah sumber pemasukannya di antaranya dari tiga bagian yaitu Fai dan Kharaj (meliputi harta ghnaimah, kharaj, tanah, jizyah, fai, rikaz), bagian kepemilikan umum dan bagian shadaqah/zakat. Untuk masing-masing pemasukan juga telah ditentukan peruntukannya, misalnya pemasukan dari zakat hanya disalurkan untuk 8 asnaf sebagaimana ditentukan dalam Al-Qur’an surah at Taubah ayat 60. (kitab Al Amwal fii Daulatil Khilafah, Syekh Abdul qadim Zallum)

 

Pendapatan Baitul Mal dikelola secara terpusat bukan dipasrahkan pada masing-masing wilayah. Sehingga jika ada sebuah wilayah yang pemasukannya rendah, bukan berarti rakyatnya miskin dan tidak terpenuhi seluruh kebutuhannya. Khilafah akan menganggarkan keuangan sesuai kebutuhn masing-masing wilayah bukan sesuai dengan pemasukan daerah dan upetinya ke pusat.

 

Dengan mekanisme keuangan yang terpusat, maka daerah atau wilayah-wilayah di dalam khilafah tidak perlu bingung memikirkan pendapatan daerah mencukupi atau tidak untuk memenuhi kebutuhan daerah.

 

Kedua, lepas tangannya pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah. Hal ini tidak akan terjadi pada sistem Khilafah. Karena wali yang berkuasa di sebuah wilayah di pilih oleh khalifah dan diberi kewenangan terbatas sesuai dengan apa yang diwakilkan kepadanya. Ketika ada masalah dengan wali di sebuah wilayah, yang berhak menyelesaikan, mencopot, mengganti wali tersebut hanya seorang Khalifah. Dengan mekanisme cepat, efisien, tak membutuhkan birokrasi berbelit dan anggaran dana yang banyak. Tidak ada kewenangan majelis ummat maupun majelis wilayah untuk mengangkat dan memberhentikan wali lewat pemakzulan dan pembuatan panitia khusus.

 

Dari dua hal ini saja tampak perbedaan yang mencolok antara sistem demokrasi hari ini dengan sistem pemerintahan Islam khilafah.

Pati sudah bergerak. Wilayah-wilayah yang lain yang merasakan kezaliman pun tidak menutup kemungkinan juga akan melakukan hal yang sama. Karena pada dasarnya pajak tinggi tidak hanya di daerah Pati. Di wilayah lain pajak bisa meningkat hingga 300%. Masyarakat sudah mulai sadar dengan kezaliman yang dilakukan penguasa. Rakyat sudah mulai bergerak menuntut keadilan dan kehidupan yang layak sejahtera. Gerakan rakyat ini tentu harus disambut dengan memberikan pemahaman yang tepat kepada mereka bahwa perubahan itu tidak hanya sekadar ganti oknum penguasanya saja, tetapi perubahan mendasar yaitu sistem kehidupan. Jika sistem hari ini tetap dipertahankan, maka kebijakan yang diambil pun akan tetap sama, meski di awal bisa jadi meninabobokkan kita seperti pemberian BLT, diskon tarif listrik, dan kebijakan semu lainnya.

Sudah saatnya rakyat sadar dengan penuh keimanan, bahwa satu-satunya sistem yang akan menyejahterakan mereka hanya sistem Islam dengan Khilafah sebagai sistem pemerintahannya. Wallahu’alam bishshawab.