Sudahkah Merdeka?

Oleh: Atik Hermawati
Lensamedianews.com, Opini — 80 tahun usia kemerdekaan negeri ini. Perayaan dari warga lokal hingga nasional mewarnai peringatan Agustusan. Tradisi tahunan, berbagai hiburan menyemarakkan seolah-olah negeri ini baik-baik saja.
Di balik gempita perayaan kemerdekaan tersebut, masih banyak permasalahan negeri yang harus diselesaikan. Bahkan bertambah angka usia negeri ini, justru bertambah pula masalah yang terjadi, dimana yang sebelumnya pun belum menemukan solusi. Mulai dari tingkat pengangguran, kemiskinan (walau katanya pertumbuhan ekonomi naik), korupsi, kriminalitas, degradasi moral generasi, utang negara yang semakin tinggi, pajak yang semakin sadis, liberalisasi SDA, dan masalah lainnya.
Kenyataan tersebut menunjukkan berbagai bentuk kolonialisme masih terasa meskipun berbeda bentuknya. Hakikatnya tidak jauh berbeda dengan masa penjajahan dahulu. 80 tahun seharusnya cukup bagi sebuah bangsa untuk menunjukkan jati diri sebagai negara merdeka. Idealnya melahirkan kemandirian, bebas dari ketergantungan maupun tunduk pada negara lain.
Harus senantiasa kita renungkan: benarkah negeri ini sudah merdeka? Dan sesungguhnya apa yang dapat menjadikannya merdeka secara hakiki?
Kapitalisme Sekuler Melanggengkan Penjajahan
Meskipun penjajahan fisik telah usai, negeri ini masih terbelenggu oleh bentuk penjajahan lain yang lebih halus yaitu melalui pemikiran, ekonomi, politik, serta ideologi. Peraturan perundang-undangan, perjanjian internasional, dan kebijakan global yang lahir dari rahim sekularisme telah membuat negeri ini membebek pada kepentingan Barat penjajah. Sistem ekonomi dan politik kapitalisme tertanam kuat yang melahirkan kebijakan-kebijakan yang rakus dan menzalimi rakyat, menuruti pesanan para pemilik modal asing-aseng.
Pemisahan Islam dalam kehidupan terus digencarkan dengan dalih kearifan lokal, modernitas, hingga keadilan dengan tujuan menghapus peran Islam dari kehidupan dan menggantinya dengan paham kebebasan yang menjerumuskan umat. Moderasi beragama hingga dialog antarumat beragama, sengaja ditanamkan melalui pendidikan agar umat jauh dari pemikiran Islam yang sahih.
Sebaliknya, istilah seperti radikalisme, Khilafah, dan Islam kaffah justru dicap berbahaya dan diposisikan sebagai musuh bersama. Pemikiran asing terus bercokol untuk memecah belah bangsa. Akhirnya, meski secara fisik Indonesia sudah merdeka, secara hakiki masih terjajah.
Raih Kemerdekaan Hakiki dengan Islam Kaffah
Kemerdekaan hakiki dapat diraih saat menghambakan diri hanya kepada Allah SWT dengan taat pada segala aturan-Nya. Inilah misi utama Islam, yakni membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan, perbudakan, penghambaan, dan penjajahan sesama makhluk.
Islam hadir sebagai sistem hidup yang diturunkan oleh Allah Yang Mahabijaksana untuk membawa manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya, agar mereka meraih kehidupan yang berkah, adil, mulia, dan bermartabat sesuai fitrah manusia.
Misi tersebut telah tergambar jelas dalam sejarah, yakni dialog antara Jenderal Rustum (Persia) dengan Mughirah bin Syu’bah maupun Rab’i bin ‘Amir yang diutus oleh Panglima Saad bin Abi Waqash ra. kala itu. Ditegaskan bahwa Islam datang untuk membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama menuju penghambaan hanya kepada Allah.
Dengan demikian, kunci untuk mewujudkan kehidupan yang merdeka hakiki dan terang benderang adalah dengan menerapkan Islam secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan, sebagai konsekuensi keimanan. Hal ini bukan hanya tanggung jawab kita sebagai hamba Allah, tetapi juga amanah besar untuk menghadirkan rahmat keadilan bagi seluruh umat manusia.
Aturan Islam sangat sempurna dan paripurna. Di dalamnya bukan hanya mengatur ibadah, melainkan sistem ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan lainnya. Khalifah yang memimpin sadar akan amanah untuk mengurusi rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda di dalam hadis,
الإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR Bukhari).
Kebijakan-kebijakan yang lahir bersumber dari Al-Qur’an dan hadis, bukan hawa nafsu manusia. Sehingga mampu menyelesaikan segala problematika kehidupan. Serta membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam bishshawab. [LM/AH]