Akses Pendidikan Sulit dalam Sistem Kapitalis

20250521_190605

Oleh Ummu Aufa

 

Lensamedianews.com_ Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan bahwa berdasarkan data tahun 2024, rata-rata lama sekolah untuk penduduk Indonesia usia 15 tahun keatas hanya mencapai 9,22 tahun atau lulus SMP atau sederajat. Amalia mengungkapkan bahwa rata-rata ini mengalami disparatis atau perbedaan yang cukup tinggi jika dilihat dari rata-rata tertinggi serta terendahnya. ” DKI Jakarta yang paling tinggi, rata-rata lama sekolahnya adalah 11,5 tahun, artinya SMA belum lulus,” kata Amalia. Sementara, rata-rata paling rendah ada di Provinsi Papua Pegunungan yang hanya mencapai 5,1 tahun atau jenjang SD saja tidak lulus (kompas.com,4/3/2025)

 

 

Untuk memberikan pelayanan pendidikan yang merata, pemerintah menjalankan program pendukung, seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) kuliah, perluasan akses perguruan tinggi negeri, bantuan sosial, penguatan pendidikan vokasi, sekolah gratis, sekolah rakyat, dan sebagainya. Meski demikian upaya tersebut belum bisa mengatasi kesenjangan dan ketimpangan pendidikan di negeri ini. Banyak faktor yang mempengaruhi munculnya kondisi tersebut, yaitu: Pertama, keterbatasan akses pendidikan karena kondisi ekonomi. Kedua, keterbatasan akses pendidikan karena infrastruktur publik yang tidak memadai. Ketiga, keterbatasan akses pendidikan karena sarana dan fasilitas pendidikan yang tidak layak. Berbagai faktor keterbatasan yang melatarbelakangi kesenjangan pendidikan saat ini tidak terlepas dari sistem pendidikan kapitalistik yang menjadikan sektor pendidikan sebagai komoditas sehingga akses pendidikan bergantung pada keadaan ekonomi. Ketimpangan akses pendidikan ini memunculkan kesenjangan nyata. Sebagai contoh, jika ingin mendapatkan fasilitas bagus dan memadai, harus sekolah di sekolah yang berbiaya mahal. Namun, jika ingin mendapatkan akses layanan sekolah gratis, maka harus siap menerima fasilitas seadanya.

 

 

Ini berbanding terbalik dengan sistem pendidikan Islam. Tidak ada kesengajaan dan ketimpangan pendidikan selama sistem Islam diterapkan. Pendidikan adalah hak dasar setiap anak. Negara harus memastikan bahwa hak ini benar-benar terpenuhi di seluruh penjuru negeri. Sementara itu, infrastruktur publik dan fasilitas penunjang pendidikan adalah kewajiban negara sebagai penyelenggara. Inilah alasan negara khilafah sangat memperhatikan sektor pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang wajib dipenuhi dan dinikmati setiap anak. Ini karena pendidikan adalah gerbong utama lahirnya peradaban unggul. Negara khilafah memberikan pemenuhan dan pelayanan dengan fasilitas pendidikan terbaik dengan melandaskan pada prinsip-prinsip berikut: Pertama, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyah) dan membekalinya ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Kedua, seluruh pembiayaan pendidikan di negera khilafah diambil dari baitul mal. Ketiga, akses pendidikan gratis dari jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi bagi seluruh rakyatnya. Keempat, negara menyediakan fasilitas dan sarana yang layak. Kelima, negara membangun infrastruktur publik yang merata hingga ke pelosok negeri. Demikianlah, khilafah menjalankan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pendidikan dengan melakukan apa saja yang dapat mewujudkan terpenuhinya hak pendidikan setiap anak, kenyamanan mereka, dan kesejahteraan para pendidiknya. Semua itu terpenuhi dan terjamin agar sistem pendidikan Islam benar-benar berjalan secara optimal dalam menciptakan generasi bertakwa, cerdas, dan bermanfaat bagi kemaslahatan hidup manusia.