Belajar Tegar dari Gaza: Obat bagi Jiwa yang Terjebak Duck Syndrome

Oleh Nadisah Khairiyah
LensaMediaNews.com, Opini_ Perang yang berkecamuk di Gaza bukan hanya menyisakan derita, tetapi juga menampilkan ketangguhan generasi yang tak tertandingi. Di bawah hujan bom, kelaparan, kehilangan orangtua, hingga runtuhnya fasilitas pendidikan dan kesehatan, anak-anak Gaza tetap teguh menuntut ilmu. Mereka terus bercita-cita, bahkan tetap yakin menjaga bumi para nabi ini sebagai tanah perjuangan.
Fenomena ini kontras dengan kondisi sebagian besar generasi muda di belahan dunia lain, termasuk di Indonesia. Banyak di antara mereka justru terjebak dalam apa yang disebut duck syndrome. Istilah ini menggambarkan mahasiswa yang di luar tampak tenang, anggun, dan terkendali, bagaikan seekor bebek yang mengapung di permukaan air, padahal di bawah permukaan kakinya mendayung panik, penuh tekanan, dan kelelahan luar biasa.
Fakta Dua Dunia yang Kontras
• Gaza dalam Perang Tak Seimbang. Penjajah Zionis dan sekutunya terus berupaya mengosongkan Gaza melalui pembunuhan massal, penghancuran pusat pendidikan dan kesehatan, hingga menutup akses pangan.
• Anak-anak Gaza tetap Teguh. Meski kehilangan orangtua dan keluarga, mereka tetap bersekolah, menghafal Al-Qur’an, dan bercita-cita membangun masa depan di tanah Gaza.
• Fenomena Duck Syndrome. Di kampus-kampus elit dunia hingga Indonesia, mahasiswa berusaha memenuhi standar tinggi baik dari diri sendiri maupun lingkungan, namun banyak yang berakhir stres, depresi, bahkan kehilangan arah hidup.
Dua Sumber: Ketangguhan dan Kerapuhan
Gaza: Ketangguhan Berbasis Akidah
Anak-anak Gaza adalah gambaran nyata pengamalan firman Allah dalam QS. Al-Isra: 82 yang artinya:
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, sedangkan bagi orang-orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.”
Saat kehidupan penuh penderitaan, mereka menjadikan Al-Qur’an sebagai obat penawar. Bukan hanya orangtua, bahkan anak-anak pun menguatkan diri dengan Al-Qur’an. Pendidikan Qur’ani membentuk syakhshiyyah Islam, melahirkan generasi penjaga Al-Aqsa. Kehausan mereka terhadap ilmu menjadikan perang bukan alasan berhenti belajar. Banyak yang berhasil menuntaskan pendidikan meski orang tuanya telah syahid.
Mahasiswa Dunia: Kerapuhan dalam Tekanan Kapitalisme
Berbeda dengan Gaza, mahasiswa di dunia sekuler-kapitalis hidup dalam tekanan perfeksionisme. Mereka dituntut meraih IP tinggi, berprestasi, aktif bersosialisasi, sekaligus menjaga citra diri. Standar semu ini seringkali tak realistis dan berujung pada stres akut.
Kondisi ini bukan hanya terjadi di Barat, tapi juga di negeri-negeri Muslim. Meski membaca Al-Qur’an, tanpa pemahaman mendalam banyak yang lemah iman dan kehilangan identitas. Tanpa akidah kokoh dan kesadaran politik Islam, mereka gagal melihat akar persoalan: sistem sekuler kapitalislah yang melahirkan krisis multidimensi.
Konstruksi: Jalan ke Luar dan Inspirasi
Ketangguhan penduduk Gaza memang menginspirasi dunia. Namun dari sisi kemanusiaan dan kepedulian sesama Muslim, perang Gaza harus diakhiri. Itu hanya mungkin terwujud dengan persatuan umat Islam di bawah satu kepemimpinan yang mampu menggerakkan jihad untuk membebaskan Palestina.
Konsekuensi dari kebutuhan pada satu pemimpin adalah kembali pada naungan Islam. Hanya syariat Islam yang mampu menghadirkan kehidupan indah bagi anak-anak Gaza dan seluruh umat manusia. Inilah urgensi perjuangan menegakkan khilafah. Mewujudkan perisai bagi umat, pelindung dari berbagai faktor perusak kehidupan.
Seperti yang Rasulullaah sabdakan:
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR Muttafaqun ’Alayh dll.)
Inspirasi bagi Mahasiswa
Ketangguhan anak-anak Gaza harus menjadi cermin bagi generasi muda yang terjebak duck syndrome. Mereka adalah bukti nyata keagungan Islam dalam membina generasi.
Pemuda Muslim perlu kembali memahami hakikat hidup: sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya di muka bumi. Bukan sekadar mengejar standar kapitalisme yang palsu.
Kesadaran Politik Islam
Krisis multidimensi, baik perang maupun tekanan hidup, tidak bisa diselesaikan secara individual. Solusinya adalah perubahan sistem menuju sistem Islam yang menyejahterakan dan membebaskan umat dari penjajahan.
Ketangguhan anak-anak Gaza adalah cahaya yang menembus gelapnya zaman. Ia bukan sekadar kisah heroik, tetapi juga obat bagi jiwa-jiwa muda yang rapuh dalam duck syndrome.
Saatnya generasi Muslim bangkit, menemukan kembali identitas hakikinya, dan bersama-sama memperjuangkan tegaknya sistem Islam, agar dunia kembali merasakan kehidupan yang penuh rahmat.