Diskon Listrik, Tepatkah?
Oleh Nining Sarimanah
Lensamedianews.com__ Di tengah kian sulitnya ekonomi, pemerintah resmi memberikan diskon tarif listrik sebesar 50% bagi pelanggan rumah tangga. Kebijakan tersebut berlaku pada 1 Januari hingga 28 Februari 2025.
Hal itu dilakukan, untuk meringankan dampak dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% dan untuk menjaga daya beli masyarakat tidak turun.
Sekilas, kebijakan pemerintah membantu masyarakat untuk bisa menghemat pengeluaran anggaran rumah tangga di saat harga sejumlah kebutuhan pokok melambung tinggi. Namun sayang, potongan tarif listrik hanya dirasakan selama dua bulan, sementara dampak kenaikan PPN 12% seumur hidup.
Mahalnya tarif dasar listrik, tidak terlepas dari paradigma demokrasi kapitalisme. Sistem ini, memberikan kebebasan kepemilikan kepada individu atau swasta untuk menguasai dan mengelola harta milik umum, seperti sumber daya listrik. Sehingga ketika masyarakat ingin memanfaatkan sumber daya tersebut harus membayar mahal.
Sejatinya, listrik adalah kebutuhan rakyat yang seharusnya diberikan secara cuma-cuma kepada masyarakat, bukan sekadar diskon yang bersifat temporal. Karena listrik merupakan sumber daya yang berasal dari batu bara, minyak bumi, dan gas alam.
Dalam pandangan Islam, sumber daya ini adalah kekayaan milik umum. Ini ditegaskan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud, Rasulullah saw. bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput, dan api.”
Harta kepemilikan umum meliputi semua kekayaan yang memiliki sifat sangat dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Jika dikuasai oleh individu, maka masyarakat akan mengalami kesulitan. Misalnya batu bara, gas alam sebagai bahan sumber daya listrik. Harta ini berharga yang tercakup dalam api.
Karena itu, hukumnya haram menjadikan pengelolaan harta milik umum diserahkan kepada individu apalagi swasta. Agar masyarakat bisa merasakan manfaatnya, maka wajib listrik dikelola oleh negara yang hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan publik, salah satunya memberikan listrik secara gratis kepada masyarakat.
Dengan demikian, jelaslah hubungan negara dengan rakyat dalam pandangan Islam sebagai pelayan dan dilayani, bukan hubungan penjual dan pembeli. Karena posisi inilah, sudah sewajarnya pemerintah meringankan beban masyarakat bukan mencari keuntungan.
Semestinya dengan berbagai kesulitan yang dialami masyarakat saat ini, makin tersadarkan akan buruknya penguasa yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme. Sistem buatan manusia ini, tidak akan pernah membawa kesejahteraan dan kebaikan.
Sebaliknya, hanya Islam yang mampu menuntaskan setiap persoalan dan mewujudkan kesejahteraan secara merata melalui mekanisme yang jelas. Karena Islam berasal dari Allah Swt., Sang Pencipta manusia.