Insentif Nakes dan Kakes, Nasib Belum Tentu “Renes”

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Redpel Lensa Media News

 

 

LensaMediaNews_Sejak Pandemi Covid-19 masuk ke Indonesia hingga pasca-pandemi, keberadaan Nakes (Tenaga Kesehatan) dan Kakes (Kader Kesehatan) sangat penting. Merekalah garda terdepan yang memastikan rakyat tetap sehat, baik yang terdampak maupun tidak. Pemahaman ini pula yang dirasakan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali.

 

 

Menurut Gus Muhdlor, panggilan akrabnya, kader kesehatan merupakan orang-orang yang tulus mengabdikan dirinya untuk menciptakan generasi yang cerdas dan unggul. Oleh sebab itu, keselamatan kerja mereka harus terjamin. Gus Muhdlor langsung menginstruksikan dinas kesehatan untuk memberikan BPJS Ketenagakerjaan.

 

 

“Saya juga menginstruksikan kepada Dinas Kesehatan mulai tahun 2024, semua kader kesehatan se-Kabupaten Sidoarjo harus dilengkapi BPJS Ketenagakerjaan,” kata Gus Muhdlor saat penyerahan insentif terhadap 951 kader kesehatan Kecamatan Gedangan di GOR Gedangan, Jumat, 4 Agustus 2023 (sidoarjonews.id, 4-8-2023).

 

 

Terlebih tantangan besar sedang dihadapi Kabupaten Sidoarjo yaitu sebagai daerah industri dan pertumbuhan penduduk yang pesat menjadi faktor yang harus ditangani dengan baik. “Tugas kader kesehatan harus menekan angka stunting, AKI, dan AKB. Saya juga minta IPM di bidang kesehatan bisa lebih baik dari hari ini,” ungkapnya. “Saya yakin apa yang menjadi tujuan kita untuk menyejahterakan dan menyehatkan generasi emas kita menuju Indonesia emas pasti akan lebih mudah lagi,” imbuhnya.

 

 

Benarkah Tulus Perhatian Negara?

 

Sungguh berat beban dan tanggung jawab para nakes dan kader kesehatan ini. Sudahlah mereka diminta untuk menekan angka Stunting, AKI dan AKB, kesehatannya dijamin sebagai insentif tenaga yang telah dicurahkan dengan BPJS. Meski hari ini secara simbolis insentif ini akan diberikan (dibayarkan iurannya) namun akankah seumur hidupnya, atau hanya setahun atau sepanjang Gus Muhdlor menjabat sebagai bupati? Belum tentu juga renes (makmur).

 

 

Ditambah tahun 2025 dipastikan iuran BPJS Kesehatan naik. Sudahlah pasti beban semakin berat bagi Nakes dan Kader kesehatan yang gajinya tak seberapa. Kenaikan iuran BPJS ini adalah sesuatu yang wajib. Anggota BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan iuran BPJS justru harusnya naik mulai 2024. Pasalnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas Perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditinjau paling lama dua tahun sekali.

 

 

Ia menyebut terakhir kenaikan iuran terjadi pada 2020. Dengan begitu, harusnya kenaikan terjadi pada 2022. Meski demikian, sampai saat ini kenaikan belum terjadi. Hal ini didukung juga dengan lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan Dalam penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan di mana terjadi kenaikan tarif kapitasi dan tarif Non INA CBG (Case Base Groups), yaitu aplikasi yang digunakan untuk pengajuan klaim Rumah Sakit, Puskesmas dan semua Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) bagi masyarakat miskin Indonesia.

 

 

“Iuran tidak naik tapi pembiayaan JKN semakin meningkat. Hal ini yang harus diantisipasi direksi BPJS kesehatan dan pemerintah agar pembiayaan JKN tidak defisit di kemudian hari,” kata Timboel. Ia pun mengusulkan agar BPJS Kesehatan dan pemerintah mendukung peningkatan pendapatan iuran dengan memastikan seluruh rakyat Indonesia terdaftar dan membayar iuran JKN (cnnindonesia.com, 22-7-2023).

 

 

Pertanyaannya, benarkah pemerintah tulus dalam memperhatikan kesehatan sekaligus kesejahteraan para nakes dan kader kesehatan itu? Lebih umumnya kepada rakyat yang berada di bawah pimpinannya?

 

 

Jika Tulus, Terapkan Islam Kaffah

 

Ada dua hal yang rancu, yaitu tugas negara yang dibebankan kepada rakyat. Sama artinya pula dengan kebijakan setengah hati, sebab nakes dan kader kesehatan hanyalah pegawai, ikatan dengan mereka adalah akad ijarah, yaitu antara pemberi kerja dengan pekerja. Sehingga berlaku upah sesuai kemakrufan dimana mereka tinggal dan keahlian.

 

 

Sedangkan kesejahteraan include kesehatannya tanggungjawab negara dan menyediakan dana yang cukup. Terjadinya defisit sehingga tarif iuran harus disesuaikan sejatinya sudah rusak sejak akar, yaitu pendanaan kesehatan berbasis asuransi, jargon gotong royong pun hanyalah penyesatan.

 

 

Hal ini jelas makin mengokohkan adanya kapitalisasi layanan kesehatan dan abainya negara atas rakyat. Hanya dengan menerapkan sistem Islam kaffah kesejahteraan seluruh rakyat apapun profesinya akan terwujud. Khilafah (sistem Islam kaffah) memiliki sumber pemasukan keuangan yang beragam yang mampu menjamin layanan kesehatan gratis untuk rakyat.

 

 

Yaitu Baitul mal yang memuat pendapatan dan pengeluaran yang ditetapkan syariat. Dari pos pendapatan ada kepemilikan umum dan negara berupa fa’i, kharaz, jizyah, usyur dan lainnya. Kemudian dari kepemilikan individu berupa zakat yang penerimanya adalah delapan asnaf telah memberikan keleluasaan pendapatan sehingga lebih dari cukup untuk pembiayaan seluruh urusan rakyat. Wallahu a’lam bish shswab.