Jangan Biarkan Sakinah Keluarga Direnggut Kapitalisme!

20240614_163431

Oleh : Ummu Zhafran

Pegiat Literasi

LenSa Media News–Tragis. Penyesalan memang selalu datang terlambat. Usai membakar suami hidup-hidup, trauma mendalam dialami seorang istri. Peristiwanya memang sungguh menggetarkan hati. Ingin menolak percaya, tapi faktanya terjadi.

 

Menilik kronologinya, Ibu dari tiga anak tersebut menemukan bahwa gaji ke-13 yang baru saja diterima menguap di laman judi online (judol). Sontak hal itu membuat wanita berusia 28 tahun tersebut gelap mata dan nekat memberi pelajaran pada suami. (detik.com, 10/6/2024). Siapa sangka, emosi berujung tragedi. Nyawa suami pun melayang dan buah hati mereka kehilangan ayahnya.

 

Mengutip pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel, kasus istri bakar suami yang kebetulan keduanya aparat negara merupakan masalah serius sebab tergolong KDRT. Namun, yang lebih memprihatinkan lagi lantaran dipicu masalah judi online yang juga merupakan perbuatan melanggar hukum (JPNN.com,10/6/2024). Meminjam istilah kekinian, apa yang tersangkut dalam perkara ini ibarat “double kill.” Bukan hanya hilangnya nyawa tapi juga melibatkan tindak kriminal judi online.

 

Memang dilihat dari sisi mana pun, tindakan sang istri sukar diterima akal sehat. Namun bila kita sedikit saja menaruh empati, maka dapat terbayang apa yang dirasakan pelaku. Beban hidup yang kian mengimpit, termasuk beban sebagai aparat penegak hukum, malu, kesal ketika gaji yang lama dinantikan langsung lenyap digasak situs judi, lelah mengurus buah hati dan setumpuk pikiran lainnyalah yang rentan memicu kemarahan hingga tak terbendung. Jadilah seorang istri dan ibu yang fitrahnya berhati lembut dan penyayang, sampai bisa berubah layaknya eksekutor berdarah dingin hingga tak bisa dikenali lagi.

 

Maka bukan salah bunda mengandung. Bila harus ada yang jadi kambing hitam, maka salahkan kapitalisme. Karena pandangannya terhadap segala sesuatu berdasar materi semata,   menyuburkan praktik haram bernama judi. Karena seseorang baru diakui eksistensinya ketika memiliki harta yang berlimpah dan judi jalan pintas untuk meraihnya.

 

Kapitalisme dengan asas sekularisme yang menolak agama mengatur kehidupan, terbukti jadi biang kerok yang merenggut fitrah dalam diri seorang manusia. Antara lain sosok suami yang bertanggung jawab dan istri yang hormat dan taat.

 

Pada akhirnya, gaya hidup sekuler produk kapitalisme juga jelas-jelas mengabaikan keberadaan Tuhan, Allah Swt. yang telah memberi pedoman hidup. Akibatnya terbentuk generasi yang rapuh, rawan terkena godaan, jauh dari aturan agama hingga rawan jatuh dalam kemaksiatan, apa pun bentuknya.

 

Lihatlah, bagaimana judol sudah jauh merasuk dan merusak anak negeri. Dalam kasus di atas bahkan sampai mencabut nyawa dan melenyapkan keharmonisan rumah tangga, menjadikan anak-anak yang tak bersalah jadi kehilangan kedua orang tua.

 

Tetapi sudah separah ini, tetap saja judol sulit dibasmi tuntas karena aturan agama yang mengharamkannya tak dianggap ada. Adanya sanksi dari negara pun tak kunjung membuat jera. Setiap kali ratusan situs judi diblokir, ribuan yang baru siap menjerat. Sebab kembali pada prinsip kapitalisme, selama mendatangkan keuntungan maka hal tersebut tetap harus tersedia dengan cara apa pun.

 

Padahal Islam sejak 14 abad yang lalu telah meletakkan kunci sakinah mawaddah wa rahmah dalam keluarga, ada pada ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Firman Allah Swt. yang artinya,”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu (dan anakmu) dan istrimu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu,…” (TQS. At-Tahrim: 6).

 

Rasulullah saw. juga bersabda,“Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka...”(HR. Bukhari dan Muslim).

 

Hanya saja untuk mewujudkan hal tersebut Islam mewajibkan adanya peran negara. Karena fokusnya individu dan keluarga dalam menjalankan amanahnya sesuai porsinya harus ditunjang oleh negara.

 

Tentunya yang menerapkan Islam secara kafah, karena inilah yang dicontohkan Rasulullah saw. dan para sahabat Beliau yang mulia. Islam dengan seperangkat aturannya yang datang dari Al-Khaliq akan mengembalikan segala fungsi dan peran suami, istri dan anak dengan benar dan tepat sesuai fitrah manusia. Termasuk fungsinya dalam masyarakat dan negara.

 

Negara dalam Islam juga bertugas menjaga setiap individu rakyatnya tidak sampai jatuh ke lembah dosa dan maksiat. Maka semua pintu yang mengarah pada zina, riba, judi, misalnya mutlak akan ditutup.

 

Begitu pula pintu maksiat lainnya. Di sisi lain, Khalifah sebagai pemimpin atau Imam bagi rakyat akan sungguh-sungguh mengelola seluruh sumber kekayaan negeri dan menjamin kebutuhan pokok setiap individu rakyat hingga tak satu pun hidup sengsara sampai harus terjerembap dalam kekufuran. Sampai di sini, masih adakah nikmat Allah yang bisa kita dustakan? Tentu jawabnya tidak! Wallahualam bissawab. [LM/ry].