Jauhi Rentenir, Nasib Rakyat Makin Khawatir

Rentenir, LenSaMedia

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih

Institut Literasi dan Peradaban

 

LenSaMediaNews.Com–Di masyarakat kita dikenal ada istilah “ bank emok” . Istilah “emok” berasal dari bahasa Sunda yang berarti duduk bersimpuh, menggambarkan cara pemberi pinjaman sering kali duduk bersama calon peminjam saat menawarkan pinjaman. Ya, bank emok adalah petugas dari lembaga keuangan mikro informal yang memberikan pinjaman kepada ibu-ibu di desa, kampung atau perumahan. Pembayaran cicilannya umumnya harian atau mingguan.

 

Potret ruwetnya birokrasi lembaga keuangan atau perbankan, rendahnya literasi digital masyarakat dan kebutuhan akan modal atau keuangan yang membuka celah bagi lembaga keuangan mikro untuk masuk. Memang faktanya, lebih banyak drama karena seringkali macet saat pembayaran cicilan dan nagihnya ribet, banyak alasan.

 

Peluang ini pula yang dilihat oleh pemerintah, melalui Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mengajak masyarakat menjauhi rentenir atau “bank emok” dengan memanfaatkan fasilitas Pembiayaan Mikro Perumahan (Pembiayaan Home).

 

Masih sama berupa pinjaman, dengan nama Program Pembiayaan Mikro Perumahan (pembiayaan home) yang diklaim bisa untuk pembiayaan renovasi rumah atau meningkatkan usaha kecil yang dimiliki rakyat.

 

Dengan “ pembiayaan home”ini, Menteri PKP berharap dengan masyarakat bisa meningkat perekonomiannya dan bisa menghuni rumah subsidi yang layak dan berkualitas. Rakyat akan dibantu mendapat pinjaman sebesar Rp1 juta untuk modal usaha yang bunganya terjangkau dan pencairan hanya sekitar tiga hari.

 

Keluar Mulut Harimau Mau Mulut Buaya

 

Kembali pemerintah mengeluarkan kebijakan populis, sama sekali tidak menyentuh akar persoalan. Baik bank emok maupun pembiayaan home sama-sama berupa pinjaman dan sama-sama berbasis riba. Beda pelaku saja. Padahal, banyak fakta ketika pinjaman sudah digelontorkan, yang terjadi adalah kesulitan bayar. Kecuali jika perusahaan yang dimodali sudah besar, kemungkinan berhasil fifty-fifty.

 

Dan berapa banyak di negeri ini perusahaan besar? Masih sangat sedikit, sementara usaha rakyat kecil yang banyak. Namun mereka minim pendampingan. Meski ada pelatihan, workshop dan lainnya namun skema pengajuan modal juga berupa pinjaman berbasis riba. Makin tidak berkah.

 

Semua berujung pada sistem ekonomi yang diterapkan hari ini, yaitu Kapitalisme. Negara hanya menjadi regulator atau pembuat kebijakan. Sementara yang bekerja di lapangan adalah para pengusaha bermodal besar. Menguasai bidang-bidang strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak.

 

Syariat Islam Jaminan Sejahtera Tanpa Riba

 

Bisa dikatakan, inilah bukti kegagalan negara mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Dana negara minim, sehingga negara hanya berani memberikan pinjaman, dimana kelembagaan perbankan yang mendapatkan untung, demikian pula para investor yang bergerak di bidang properti.

 

Dalam pandangan Islam, negara wajib menjamin kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan mudah, adil dan merata. Rasulullah saw. bersabda,” Imam adalah raa’in (penggembala) dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR Bukhari). Maknanya sangatlah dalam, sebab jika fungsi itu tidak jalan maka pemimpin itu berdosa.

 

Dan yang dimaksud penggembala dan bertanggungjawab adalah dengan menerapakan syariat bukan yang lain. Sebab Allah memang memerintahkan kaum muslim hanya berhukum dengan syariat saja. Ada jaminan keberkahan di dalamnya dari Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Mengatur kehidupan ini.

 

Praktik riba jelas haram, negara wajib membuka lapangan pekerjaan seluas mungkin agar rakyat mudah menafkahi keluarganya, mulai dari memberi makan, pakaian hingga tempat tinggal. Kebutuhan pokok yang bersifat publik seperti pendidikan, kesehatan dan keamanan juga dimudahkan bagi rakyat untuk mengaksesnya secara murah bahkan gratis.

 

Dan jelas ini membutuhkan negara dengan sistem keuangan yang mandiri, yaitu Baitulmal. Dimana pos pendapatannya berasal dari pengelolaan SDA yang menjadi milik umum dan pendapatan negara seperti jizyah, kharaj, dan lainnya. Ditambah dengan pendapatan zakat yang penerimanya sudah disebutkan ada delapan golongan dalam Al-Quran.

 

Negara akan memberikan bantuan seratus persen pada pengusaha, petani dan profesi lainnya. Mendorong pendidikan berbasis akidah Islam agar bisa tercetak SDM berkualitas, berintegritas dan siap memberikan sumbangsih pada negara, terutama terkait kemutakhiran sains dan teknologi agar pembangunan semakin maju tanpa bersandar pada negara asing. Negara sekaligus tidak meratifikasi segala aturan dunia global yang makin dalam menanamkan sistem Kapitalisme. Wallahualam bissawab. [LM/ry].