Kenaikan Harga Menjelang Ramadan terus Berulang


Oleh. Elsa Nurraeni

 

 

Lensamedianews.com__ Bulan suci Ramadan yang dinantikan akhirnya tiba, saatnya umat Islam memperbanyak amal salih dan lebih fokus beribadah. Datangnya bulan suci Ramadan seharusnya disambut dengan bahagia. Namun, kebahagiaan ini tidak dapat dirasakan oleh masyarakat karena harga pangan melonjak tinggi.

 

 

Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan peringatan terkait lonjakan harga sejumlah komoditas pangan menjelang bulan Ramadan hingga Idulfitri 2025 yang diakibatkan banyaknya permintaan. Adapun komoditas pangan yang mengalami kenaikan adalah daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah, cabai rawit, dan minyak goreng. (Rubicnews, 07-02-2025).

 

 

Data BPS menunjukkan rata-rata harga daging ayam ras sudah mencapai Rp38.768 per kg. Adapun rata-rata harga cabai merah nasional mencapai Rp53.621 per kg, mendekati harga acuan penjualan (HAP) sebesar Rp55.000 per kg. Sedangkan harga cabai rawit sudah melebihi HAP. Minyak goreng juga mengalami kenaikan harga, meskipun BPS belum memiliki data rincinya.

 

 

Kenaikan harga pangan menjelang Ramadan terus berulang, masyarakat pun menganggap bahwa kenaikan harga pangan ini merupakan hal yang biasa diterima karena tingginya permintaan. Juga seolah-olah ini sebuah tradisi tahunan.

 

 

Harga pangan melonjak tinggi menjelang Ramadan, hal ini menunjukkan pemerintah tidak memastikan dalam masalah pendistribusian barang yang sudah berjalan lancar atau belum. Asalkan setok cukup, masalah sudah selesai. Sejatinya, setok pangan tidak terdistribusi dengan baik dan tidak diperbaiki akan berpotensi terjadi kelangkaan sehingga lonjakan harga akan tetap terjadi.

 

 

Padahal diakui atau tidak, ada problem lain yang mempengaruhi naiknya harga di tengah daya beli masyarakat yang makin menurun, seperti jaminan kelangsungan produksi barang kebutuhan dan problematika pada distribusi yang disebabkan adanya mafia impor, kartel, monopoli/oligopoli bahkan praktik penimbunan (ihtikar). Demikianlah, harga pangan nasional diatur oleh mafia impor dengan sesuka hati mereka. Penguasa pun menjadi bagian dari mafia impor, kepentingan pribadi penguasa lebih diutamakan demi mendapat keuntungan pribadi dibandingkan untuk kemaslahatan rakyat. Kerjasama antara penguasa dan pengusaha dalam tata kelola pangan nyatanya menyebabkan rakyat merasakan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan saat menjelang bulan Ramadan.

 

 

Sungguh, ini merupakan kezaliman terhadap rakyat di saat menjelang Ramadan, harga bahan pangan dinaikkan oleh penguasa dengan menghalalkan segala cara untuk mendapat keuntungan. Kezaliman ini terjadi karena penerapan sistem sekuler kapitalisme.

 

 

Dalam Islam ketersediaan pangan dan distribusi yang merata merupakan tanggung jawab negara. Berdasarkan sabda Rasulullah saw., “Sesungguhnya imam (penguasa) adalah raa’in (pengurus) dan ia bertanggung jawab terhadap (rakyat) yang dipimpinnya.” (HR Bukhari).

 

 

Islam akan meningkatkan produksi untuk menyelesaikan masalah kelangkaan, juga akan melakukan pemantauan dan pengendalian harga komoditas pangan setiap hari dan segera melakukan antisipasi sesuai syariat ketika ada kenaikan harga.

 

 

Islam akan memastikan tidak ada praktik yang merusak keseimbangan permintaan dan penawaran, seperti penimbunan, kecurangan, permainan harga, monopoli/oligopoli, dan mafia impor sehingga masyarakat bisa mendapatkan bahan pangan dengan harga terjangkau. Diriwayatkan dalam Sahih Muslim dari Said bin al-Musayyab, dari Ma’mar bin Abdullah al-Adawi, bahwa Nabi saw. Bersabda, “Tidak akan melakukan penimbunan selain orang yang salah.” (HR Muslim).

 

 

Sistem ekonomi Islam mampu menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat atas pangan dengan harga murah dan mudah diakses. Demikianlah jaminan Islam terhadap kebutuhan pangan rakyat, masyarakat tidak akan kesulitan memperoleh bahan pangan dan harga mahal atas tingginya permintaan. Dan di saat bulan Ramadan, masyarakat pun akan beribadah dengan khusyuk. Hal ini akan meningkatkan keimanan dan ketakwaan masyarakat sehingga terwujud keberkahan di negeri ini.

Wallahu a’lam bishshawab