Masalah Generasi Rapuh, Butuh Solusi Ampuh

Oleh: Siti Eva Rohana
LenSaMediaNews.Com–Sepanjang bulan Oktober, sudah empat anak meninggal diduga akibat bunuh diri. Dua kasus terjadi di Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dua lainnya merupakan siswa sekolah menengah pertama di Kecamatan Barangin, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Keempat korban mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri di berbagai ruangan (sekitarkaltim.id, 31-10-2025).
Meningkatnya angka bunuh diri di kalangan pelajar menjadi gambaran realitas generasi hari ini yang memiliki kepribadian rapuh. Sikap putus asa, hopeless, mudah stres hingga depresi, menjadi penyakit mental yang mudah menghinggap dalam kehidupan mereka.
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono, mengungkapkan data mengkhawatirkan dari program pemeriksaan kesehatan jiwa gratis yang menunjukkan lebih dari dua juta anak Indonesia mengalami berbagai bentuk gangguan mental (kompas.com, 30-10-2025).
Data tersebut semestinya menjadi alarm keras bagi semua pihak. Sebab penyakit mental akan membuat mereka cenderung mengambil jalan pintas bunuh diri sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah. Jika dibiarkan, peluang meningkatnya angka bunuh diri dipastikan akan semakin tinggi.
Jika kita telusuri, lahirnya generasi bermental rapuh merupakan hasil dari tidak berjalannya fungsi tiga pilar pembentuk generasi. Pertama, keluarga. Lingkungan keluarga broken home, fatherless, motherless, atau hidup berjauhan dengan orangtua menjadi faktor kebanyakan lahirnya generasi yang bermental rapuh. Mirisnya, Indonesia disebut sebagai negara fatherless ketiga terbanyak di dunia.
Kedua, sekolah dan masyarakat. Kerapuhan kepribadian anak mencerminkan lemahnya dasar akidah anak, merupakan implikasi dari penerapan kurikulum pendidikan sekuler yang menjauhkan manusia dari agama.
Generasi kita terdidik dengan cara pandang yang sekedar mengejar prestasi fisik dan mengabaikan pengajaran agama. Tuntutan gaya hidup yang semakin tinggi di tengah kesulitan ekonomi menjadi hambatan mereka dalam meraih kesenangan materi. Maka ketika gagal meraihnya, depresi pada diri mudah terjadi.
Ketiga, peran negara. Pada era digital, media berperan sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan kesehatan jiwa tiap individu. Banyaknya komunitas media sosial dengan pengaruh buruknya, telah menimbulkan terjadinya copycat suicide, tindakan bunuh diri yang dilatarbelakangi ingin meniru kasus bunuh diri sebelumnya atau sekedar mengikuti tren di media sosial.
Krisis identitas pada diri generasi di tengah gempuran media sosial yang sulit untuk dibendung, membuat mereka tak mampu menyaring informasi yang semestinya dapat menjadi panutan atau yang tidak layak dijadikan teladan.
Pemikiran Kapitalisme sekuler telah menggempur generasi dan menjadikan mereka generasi bermental rapuh dan berkepribadian lemah. Mereka terpengaruh dengan kesenangan sesaat hingga lupa cara menjalani hidup dan menyelesaikan masalah dengan cara pandang Islam.
Negara seharusnya hadir dalam melindungi generasi. Tak sekedar membatasi akses konten, negara harus mencabut akar masalah dengan menghilangkan pemikiran dan gaya hidup Kapitalisme sekuler.
Solusi Fundamental atasi Gangguan Mental
Islam memiliki mekanisme untuk menyelesaikan semua masalah, pertama, penanaman akidah Islam sejak dini pada anak-anak, agar anak memahami visi dan misi hidupnya dengan benar.
Orangtua harus mampu menjalankan fungsi pendidikan dan pengasuhan sesuai akidah Islam. Maka negara wajib memastikan para ibu menjalankan kewajibannya dengan baik yaitu sebagai ibu generasi peradaban.
Disisi lain, negara juga wajib menetapkan kebijakan ekonomi yang mampu menyerap banyak tenaga kerja dari kalangan laki-laki. Sehingga peran ayah dan ibu dalam keluarga dapat berjalan seimbang.
Kedua, penerapan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam, yang telah terbukti mampu melahirkan generasi kuat iman, tangguh mental, dan cerdas akal. Kurikulum Islam akan memadukan penguatan kepribadian Islami dengan penguasaan kompetensi ilmu. Sehingga murid mampu menyikapi berbagai persoalan kehidupan sesuai syari’at Islam.
Ketiga, negara wajib melakukan kontrol dan pengawasan terhadap setiap informasi dan tontonan yang disebar oleh media. Media harus menjadi sarana menciptakan suasana iman, menuntun pada ketaatan, bukan mengarah pada kemaksiatan. Memastikan informasi dan tontonannya mendidik bukan merusak.
Penerapan sistem Islam inilah yang akan membentuk individu bertakwa, memahami hakikat dan jati dirinya sebagai hamba dan menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Keberadaan Islam sebagai the way of life, dapat merubah generasi bermental rapuh menjadi generasi tangguh. Waalahualam bishawab. [LM/ry].
