Pendidikan Generasi Tanggung Jawab Negara

Oleh Humairah Al-Khanza
LensaMediaNews.com, Opini _ Pemerintah terus berupaya mempercepat upaya pemutusan rantai kemiskinan melalui program Sekolah Rakyat. Salah satu daerah yang menyatakan keseriusan dalam program tersebut adalah Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Menteri Sosial Saifullah Yusuf meninjau langsung proses penjaringan calon siswa Sekolah Rakyat di Kelurahan Krandegan, Kecamatan Banjarnegara, hari ini. Kunjungan ini menjadi langkah awal penyelenggaraan sekolah berasrama untuk anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem.
“Saya tadi bertemu Ibu Rustini. Penghasilannya rata-rata Rp 50 ribu per hari untuk menghidupi tiga anak. Beliau adalah single parent sekaligus penyandang disabilitas. Rumahnya hanya 2×3 meter, dihuni empat orang. Inilah keluarga yang mendapat perhatian penuh dari Presiden Prabowo,” kata Saifullah dalam keterangan tertulis, Minggu (25/5/2025).
Dia menjelaskan Sekolah Rakyat dirancang dari jenjang SD, SMP, hingga SMA. Modelnya adalah pendidikan berasrama 24 jam yang menggabungkan pembelajaran formal, penguatan karakter, hingga orientasi dan matrikulasi.
Kementerian Sosial juga menyiapkan program pemberdayaan bagi orang tua siswa. Bersama pemerintah daerah, berbagai intervensi akan diberikan untuk keluarga miskin.
“Orang tuanya juga kami bantu. Rumahnya insyaallah akan diperbaiki lewat program pemerintah. Orang tuanya diberdayakan, anaknya bersekolah di Sekolah Rakyat,” ujarnya. Sementara itu, Bupati Banjarnegara Amalia Desiana menyatakan siap mendukung penuh. Saat ini, telah terdaftar 113 anak calon siswa, dan rombongan belajar akan ditingkatkan dari dua menjadi empat kelas sesuai arahan Menteri Sosial.(www.news.detik.com, 25-05-2025).
Sejatinya, pendidikan adalah hak setiap warga negara. Namun sayangnya selama ini intervensi pemerintah di bidang pendidikan berupa dana BOS dan KIP bagi keluarga miskin hanya menjadi bantalan ekonomi keluarga yang tidak menghilangkan akar masalah kemiskinan dan ketimpangan pendidikan. Faktanya, faktor ekonomi dan mencari nafkah merupakan bukti pendidikan sebagai komoditas mahal yang tidak bisa diakses oleh seluruh rakyat. Sehingga untuk menutupi kegagalan intervensi ala sistem kapitalisme, pemerintahan Prabowo menggagas Sekolah Rakyat untuk anak orang miskin (kurang mampu) dan Sekolah Garuda Unggul untuk anak orang kaya (mampu) sebagai jalan tengah yang bersifat akomodatif. Program-program kebijakan ini akan dinarasikan rezim sebagai upaya untuk pemerataan akses pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Jelas sekali bahwa program tersebut hanyalah program populis yang tidak menyelesaikan akar masalah, namun hanya sekedar tambal sulam dalam sistem kapitalisme saat ini. Sangat berbeda dengan Islam. Bahwa Islam memandang bahwa pendidikan adalah hak dasar anak bahkan hak-hak syar’i warga negara sebagaimana kesehatan dan keamanan. Negara secara langsung bertanggungjawab memenuhi seluruh kebutuhan dasar publik di mana negara sebagai penyelenggara sekaligus memenuhi pembiayaan dari Baitul Maal.
Tidak ada dikotomi akses pendidikan bagi anak orang kurang mampu dan anak orang kaya baik di kota maupun di daerah pinggiran yang jauh dari pusat kota. Dalam Islam, pendidikan bukan untuk menyelesaikan masalah ekonomi negara. Sistem ekonomi Islam justru diterapkan sebagai supra struktur dan menyokong sistem pendidikan. Pendidikan adalah hak syar’i warga negara untuk mencetak generasi peradaban.
Pendidikan Islam diselenggarakan untuk mencetak generasi berkepribadian Islam yang menguasai ilmu terapan, serta dipersiapkan untuk mengagungkan peradaban Islam dan siap berdakwah dan berjihad ke seluruh penjuru dunia. Pendidikan Islam justru akan menjadi mercusuar dunia, kiblat masyarakat internasional. Sehingga generasi muslim akan hadir sebagai penjaga dan pembentuk peradaban Islam yang mulia.