Pengawasan Digital Lemah, Judol Pinjol Merambah Pelajar

Oleh : Punky Purboyowati, S. S
LenSaMediaNews.Com–Tak ada judol tanpa pinjol, begitulah kiranya yang terjadi hari ini. Judol dan pinjol adalah dua aktivitas digital yang berbeda namun saling berkaitan. Era digital sangat rentan seseorang terjebak keduanya. Tak sedikit yang menjadi korban. Fenomena ini kian mengkhawatirkan bak penyakit yang susah dihindari.
Sekitar dua tahun lalu di salah satu sekolah di Kabupaten Bogor, seorang siswa mengenal judol melalui aplikasi. Terlanjur kecanduan judol, ia terjebak karena sempat menang. Jika dikalkulasikan angka kemenangannya dan modal yang dikeluarkan banyak ruginya. Dampaknya ia menjual barang pribadi milik orang tuanya. Walaupun sudah berhenti namun godaan masih muncul sebab situs dan aplikasi judol mudah didapatkan melalui media di YouTube, Tik Tok, Twitter, X tinggal klik masuk situsnya (tirto.id, 29-10-2025).
Sementara itu siswa SMP Kulon Progo, selama sebulan tidak masuk sekolah karena terjerat judol. Ia terjerat hutang pada temannya. Karena tak sanggup melunasi, ia tak berani sekolah dan akhirnya bolos.
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Maria Yohana Esti Wijayanti menilai kasus pelajar terjerat judol dan pinjol menunjukkan ada kekeliruan dalam mendidik dan membimbing generasi muda. Fenomena ini menunjukkan adanya krisis literasi digital dan lemahnya pengawasan sosial di tengah derasnya arus digitalisasi. Pemerintah harus memperkuat literasi digital dan pendidikan karakter untuk mencegah judol dan pinjol (jdih.dpr.go.id, 29-10-2025).
Negara Gagal Awasi Digital
Pelajar terjerat judol dan pinjol merupakan hal yang wajar. Sebab sistem saat ini mendukung munculnya dua aktivitas tersebut. Melalui media sosial, judol berhasil masuk di situs pendidikan dan gim online sehingga pelajar rentan terpapar. Media hari ini sangat berkontribusi besar mengembangkan judol, hingga sulit diberantas.
Negara tak tegas dalam mengawasi , bahkan tak sedikit pejabat dan pengayom rakyat terjerat judol. Dampaknya kian menguat, membentuk lingkaran setan. Kalah judi akan mencari pinjaman online (pinjol). Keinginan menang terus menghantui meski faktanya tak ada yang bisa menang. Ditambah lemahnya pengawasan orang tua dan lingkungan masyarakat, membuat celah besar masuknya kejahatan judol.
Sementara itu pendidikan karakter dan literasi digital belum mampu tuntaskan masalah ini dan malah blunder, sekolah justru mendukung penggunaan media tanpa pengawasan memadai, membuat pelajar rentan terpapar.
Penerapan Sistem Kapitalis sekuler menjadi sebab utama lahirnya judol, sistem ini menganggap kehidupan berisi serba materi yang hanya diambil manfaatnya secara bebas, cara berfikir individu menjadi rusak terobsesi memiliki sesuatu tanpa peduli dampaknya. Tolok ukur kebahagiaan sebatas materi bukan halal haram.
Faktor tekanan ekonomi serta minimnya lapangan pekerjaan menjadi celah seseorang melakukan perbuatan haram. Kapitalisme memaksa seseorang meraih kekayaan secara instan tanpa harus bekerja keras meski jadi pengemis, mencuri, merampok, menipu, menjarah, membegal, korupsi sekalipun.
Peran negara hanya sebagai regulator bukan pelindung rakyat. Rakyat dibiarkan hidup serba kekurangan. Sementara elit penguasa tetap dalam kegelimangan harta tak peduli kondisi rakyat. Bahkan negara justru memfasilitasi pinjol padahal berbasis riba. Alhasil pemberantasan judol pun menjadi utopis untuk dilakukan.
Islam Berantas Judol Dan pinjol
Islam sangat mampu berantas judol dan pinjol, sebab syariat Islam berasal dari Allah SWT. Judol hukumnya haram, mengandung mudharat (menimbulkan bahaya) dan dosa. Allah swt. berfirman yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman!, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu beruntung“. (QS. Al Maidah : 90). Pun dengan pinjol hukumnya haram dalam QS. Al Baqarah : 275.
Judol dan pinjol dalam Islam dapat di berantas melalui dua langkah. Pertama, negara menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam yang dapat mengarahkan pelajar melakukan perbuatan yang diridai Allah dan bersyakhsiyah Islam.
Kedua, kewajiban negara untuk menutup semua celah di media yang dapat diakses terjadinya judol dan pinjol. Menerapkan sanksi hukum yang tegas dan menjerakan pelaku. Semua hanya bisa terwujud ketika Islam diterapkan secara kafah, dimana perbuatan haram akan sangat mudah diberantas hingga tuntas. Wallahu a’lam bisshowab. [LM/ry].
