Perempuan Childfree Meningkat, Haruskah Waspada?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSa Media News.com, Childfeee adalah istilah untuk pasangan yang memilih tak memiliki anak. Rasanya tak mungkin terjadi di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, sebab Islam justru menganjurkan memiliki banyak anak. Namun mengejutkan, data yang dilansir Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini menunjukkan peningkatan. Haruskah kita waspada?
Berdasarkan data BPS, DATAin mengeluarkan laporan tahunan 2023 berjudul “Menelusuri Jejak Childfree di Indonesia” dan menemukan prevalensi perempuan childfree yang hidup di Indonesia saat ini sekitar 8,2 persen. SUSENAS 2022 menghitung angka tersebut pada perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah kawin namun belum pernah melahirkan anak dalam keadaan hidup serta tidak menggunakan alat KB dan diperoleh 71 ribu dari mereka tidak ingin memiliki anak.
Pada tahun 2029 perempuan yang memilih Childfree masih di angka 7 persen, 2020 turun menjadi 6,3 persen, 2021 meningkat menjadi 6,5 persen. Ada beberapa faktor penyebab yang disebutkan BPS, di antaranya karena banyak perempuan kini mengejar pendidikan yang lebih tinggi, kesulitan ekonomi dan gaya hidup homoseksual.
Angka pasangan atau perempuan yang memilih Childfree ternyata lebih banyak terjadi di kota besar yang padat penduduk (pulau Jawa) dan yang mengherankan, tercatat 57 persen perempuan yang memilih Childfree ternyata tidak bekerja. BPS menutup laporan dengan mengungkapkan Indonesia beresiko kehilangan segmen generasi tertentu dalam piramida penduduk jika tren ini terus berlanjut tanpa ada upaya menanggulanginya.
Sedangkan analisis Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), menyebutkan fakta ini buruk, bahkan bisa lebih buruk dari populasi pekerja di Jepang yang mengalami penyusutan populasi akibat ide ini. Masyarakat yang menua, memunculkan masalah baru bagi pemerintah Jepang yaitu tekanan sosial dan ekonomi, terutama peningkatan pengeluaran untuk layanan pensiun dan kesehatan (republika.co.id, 13-11-2024).
Childfree Bukan Dari Islam
Para penyintas ide Childfree dengan bebas penuh mengkampanyekan ide batil tersebut. Semua berawal dari kesalahan berpikir yang didasari sekulerisme, atau pemisahan agama dari kehidupan. Islam, sebagai agama mayoritas tak lagi memegang kendali dalam segala aspek kehidupan manusia kecuali hanya diranah individu.
Itupun sudah direduksi dengan hanya mengambil sisi nafsiyahnya atau hanya baik bagi diri sendiri, sedangkan dakwah, amar makruf nahi mungkar, jihad apalagi khilafah. Islam digambarkan buruk sesuai dengan cara pandang barat, ini berbahaya, sebab di sisi lain, pergaulan bebas kian marak hingga melahirkan anak di luar nikah, praktik aborsi jadi profesi dan mirisnya institusi pernikahan dianggap remeh, banyak yang kumpul kebo alias hidup berumah tangga tanpa ikatan pernikahan. Nauzubillah.
Rasulullah Saw. begitu membanggakan kaum muslim memperbanyak keturunan sebagaimana sabda Beliau, “Nikahilah perempuan yang penyayang dan dapat mempunyai anak banyak karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab banyaknya kamu dihadapan para Nabi nanti pada hari kiamat” (Shahih Riwayat Ahmad, Ibnu Hibban dan Sa’id bin Manshur dari jalan Anas bin Malik).
Memiliki keturunan selain perwujudan Gharizah Nau’ ( naluri berkasih sayang) Allah pun memberi anak sebagai anugerah sekaligus amanah. Ini adalah hal prerogatif Allah swt., sebagaimana firman Allah yang artinya,” Milik Allah-lah kerajaan langit dan bumi; Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, memberikan anak perempuan kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak laki-laki kepada siapa yang Dia kehendaki” (TQS asy-Syura:49). Lantas dengan alasan apa manusia pongah membuat aturan sendiri?
Islam Sistem Terbaik Anti Childfree
Perilaku Childfree dan kampanyenya perlu diwaspadai, sebab ia hanyalah dampak. Pun semua yang dijadikan alasan untuk sah melakukan Childfree berpangkal pada satu persoalan, yaitu tidak diterapkannya sistem Islam secara menyeluruh. Sebaliknya berkiblat pada cara pandang kafir barat yang memuja kebebasan.
Dalam pandangan Islam, hakikat tujuan pernikahan adalah untuk melestarikan keturunan dan mendapat keberkahan pahala yang mengalir tanpa putus, yaitu melalui anak keturunan yang saleh, amal saleh, dan jariah ilmu yang bermanfaat. Maka ini perlu support sistem dari negara yang perannya adalah Raain ( pengurus umat).
Diantaranya ada jaminan kebutuhan pokok yang enam, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan dipenuhi negara. Pembiayaan berasal dari Baitulmal yang berisi hasil pengelolaan harta kepemilikan umum, kepemilikan negara dan zakat.
Negara tidak memberlakukan pajak, dan tidak pula menjadikan kebijakan negara kafir sebagai peraturan yang diratifikasi. Negara ini adalah negara berdasarkan syariat, yaitu Khilafah. Wallahualam bissawab. [ LM/ry ].