Renjani 2025, Pembelokan Potensi Generasi

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com–Direktorat Jendral Pajak (DJP) Kementerian Keuangan kembali membuka rekrutmen dalam program Relawan Pajak untuk Negeri (Renjani) 2025. Program ini untuk mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi seluruh Indonesia baik berlatar belakang perpajakan maupun non perpajakan (detik.com,29-9-2025).
Renjani merupakan wadah bagi mahasiswa yang ingin menyumbangkan tenaga dan pikirannya dalam melakukan edukasi perpajakan kepada masyarakat. Tidak ada uang saku karena program ini bersifat sukarela. Namun Dirjen Pajak sebagai penyelenggara menjanjikan sejuta manfaat bagi mahasiswa yang bersedia bergabung, diantaranya pengetahuan, ketrampilan, jaringan dan karier.
Pajak Zalim dan Tidak Adil
Pajak adalah salah satu instrumen pembiayaan negara ini dan juga negara-negara di dunia, terutama yang menerapkan Sistem Ekonomi Kapitalisme. Mengapa? Karena sumber daya alam yang sejatinya bisa dikelola oleh negara, justru menjadi komoditas dan diperjualbelikan kepada pengusaha. Dalihnya jika bukan investasi, proyek strategis nasional, hibah atau hilirisasi. Semua hanya beda istilah namun sama perlakuan.
Setiap tahun tarif pajak mengalami kenaikan, obyek pajak pun diperluas namun rakyat tetap sengsara. Angka pengangguran tinggi, kemiskian kian ekstrem, berbagai biaya hidup tinggi, angka kriminalitas pun tinggi.
Pajak juga rentan dikorupsi. Di berbagai lini, pengemplangan pajak semakin marak. Namun untuk orang kaya justru pemerintah menetapkan tax amnesty, sementara orang miskin terus menerus dikejar. Sudah bukan rahasia lagi anggota dewan yang katanya mewakili rakyat ternyata malah mendapat subsidi pajak.
Jikapun berkaca pada negara maju seperti AS, Jepang, Korea, Inggris dan lainnya yang meski pun pajak tinggi tapi kehidupan rakyatnya terjamin dan sarana publik berteknologi tinggi, namun tetaplah tidak bisa disebut sejahtera. Sebab, pajak tinggi menuntut rakyat bekerja lebih keras, apa yang sebenarnya menjadi hak individu tidak berlaku karena tetap wajib dipungut pajak. Jelas itu bukan sejahtera, tapi zalim dan tidak adil.
Sistem Ekonomi Kapitalisme berdampingan dengan Sistem Politik Demokrasi, yang selalu melahirkan pemimpin penerus kebijakan rezim sebelumnya. Dimana orang baru harus sesuai restu pengusaha (investor) bahkan negara adidaya semisal AS, agar hegemoni kekuasaan tetap langgeng.
Seharusnya pemerintah mengambil pelajaran dari aksi protes besar-besaran disertai tindakan anarkis di berbagai wilayah negeri akhir Agustus lalu, bermula dari kota Pati karena kenaikan pajak yang sangat tinggi. Berbagai komunitas masyarakat dan mahasiswa bergerak. Pun di negara seperti Nepal, Perancis dan lainnya, semua menginginkan adanya perubahan. Sebab pajak sudah tak masuk akal.
Program renjani sesungguhnya membelokkan potensi generasi muda sebagai agen perubahan. Apalagi yang perlu diedukasikan kepada rakyat soal pajak jika, pajak itu sendirilah pangkal ketidaksejahteraan dan ketidakadilan hari ini?
Terlebih di tengah lesunya perekonomian, melemahnya daya beli masyarakat, tingginya angka pengangguran dan sulitnya lapangan pekerjaan, mengapa pemerintah masih tega menjadikan program ini hanya berstatus sukarelawan. Mengapa tak berani membuka lowongan pekerjaan sekaligus? Apakah karena tahu, APBN hari ini sudah terseok-seok dengan berbagai pembiayaan kabinet Merah Putih yang gemoy? berbagai pembangunan mega infrastruktur yang nir manfaat? Atau pembayaran utang luar negeri plus bunga yang sudah hampir menghabiskan setengah dari total anggaran yang diterima pemerintah? dan sampai kapan rakyat terus diperas pemerintah?
Islam, Solusi Negara Tanpa Pajak
Indonesia, sebagai negara muslim terbesar di dunia sebenarnya memiliki peluang besar untuk menerapkan syariat Islam. Islam bukan sekadar agama yang mengatur urusan akhirat tapi juga dunia. Islam tak hanya mengatur salat, zakat, puasa atau haji, tapi juga kewajiban negara, sistem ekonomi, sistem politik dan lainnya.
Maka jika bertanya, apakah ada negara besar dan mandiri tanpa pajak? Jelas jawabnya ada! Itulah negara Islam yanh didirikan Rasulullah saw. di Madinah. Syariat Islam menetapkan pengelolaan sumber daya alam yang menjadi milik umum kepada negara. Haram diprivatisasi apalagi di jual kepada asing. Syariat juga menetapkan jizyah, kharaj, fai, khumus, harta ghulul dan lainnya menjadi harta milik negara yang nantinya dibagikan kepada kaum muslimin sebagai harta pemberian. Kedua jenis harta tersebut disimpan di Baitulmal bersama zakat. Hanya saja zakat khusus untuk 8 kelompok sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an.
Sudah seharusnya potensi pemuda hari ini diarahkan kepada pemahaman yang benar tentang syariat Islam. Setelah paham, maka akan terdorong untuk menerapkan dan menjalankan. Terlebih, berhukum dengan apapun yang diturunkan Allah sifatnya wajib. Sebagaimana firman Allah swt. yang artinya, “Hak memutuskan hukum itu hanya ada pada Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dialah Pemberi keputusan terbaik“. (TQS al-An’am 6: 57). Wallahualam bissawab. [LM/ry].