Sekolah Rakyat dan Bayang-Bayang Ketimpangan Sistemik

Oleh Ummu Aulia
LensaMediaNews.com, Surat Pembaca_ Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara, namun di Indonesia hak ini masih menjadi barang mewah bagi sebagian besar rakyat miskin. Data menunjukkan bahwa kesulitan ekonomi menjadi penyebab utama anak-anak putus sekolah. Banyak anak yang harus bekerja membantu keluarga, terjebak dalam siklus kemiskinan yang sulit diputus. Tanpa intervensi yang menyentuh akar persoalan, kelompok rentan ini terus kehilangan kesempatan memperoleh pendidikan layak yang semestinya menjadi jalan keluar dari kemiskinan.
Sebagai respons, pemerintah meluncurkan program Sekolah Rakyat (SR) dan inisiatif serupa di daerah, seperti pembebasan biaya di 139 sekolah swasta di Jawa Tengah bagi siswa dari keluarga tak mampu. Bahkan, Sekolah Garuda didirikan untuk anak-anak dari daerah terpencil dan konflik, dilengkapi fasilitas berasrama dan pembelajaran unggulan.
Anggaran besar pun digelontorkan untuk Sekolah Rakyat mencapai Rp2,3 triliun di tahun 2025 sebagai upaya memastikan akses pendidikan yang lebih merata. Namun di balik langkah progresif ini, tetap tersisa pertanyaan penting, apakah ini solusi jangka panjang atau hanya tambal sulam dalam sistem yang pincang.
Islam memandang pendidikan sebagai hak syar’i setiap individu dan tanggung jawab penuh negara, tanpa memandang status ekonomi. Negara berkewajiban menyelenggarakan pendidikan secara cuma-cuma dan merata, bukan dengan membedakan jalur pendidikan antara yang miskin dan kaya. Sehingga tidak akan didapati adanya ketimpangan di dalamnya. Setiap anak didik, selagi mereka adalah warga negara, maka akan diberikan fasilitas dengan kualitas yang sama.
Sistem pendidikan dalam Islam tak sekadar mencetak pekerja, tetapi membentuk generasi pemimpin peradaban yang berilmu dan berakhlak. Sehingga orientasi para pelajar bukanlah agar di masa depan mampu mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar. Tapi berpikir tentang apa yang bisa dilakukan untuk meninggikan Islam, dan berkarya demi kebaikan manusia.
Maka, solusi sejati pendidikan bukanlah sekadar kucuran dana atau program populis, tetapi perubahan sistemik yang menjadikan pendidikan sebagai amanah, bukan proyek.
Wallahu a’lam bish-shawwab