Tamu Tak Diundang

Tamu

Oleh Lulu Nugroho

 

 

LensaMediaNews.com, Opini_ Sekali lagi, kita kedatangan tamu yang statusnya tak diharapkan oleh sebagian besar kaum muslim. Tetapi dia bukan tamu tak diundang. Sebaliknya, ia benar-benar datang karena memenuhi undangan salah satu partai besar dan perguruan tinggi tersohor di negeri ini.

 

Universitas Indonesia (UI) menjadi sorotan publik setelah menghadirkan akademisi asal Amerika Serikat Peter Berkowitz dalam acara Pengenalan Sistem Akademik Universitas (PSAU) Pascasarjana 2025. Kehadiran Berkowitz di Balairung UI, Sabtu (23/8/2025) menuai kritik tajam lantaran akademisi itu dikenal sebagai figur yang kerap membela Israel, dan mendukung genosida. (Kompas.com, 25-8-2025)

 

Pengundang yang lain adalah Nahdatul Ulama (NU) yang memberi kesempatan pada Berkowitz mengisi seminar di hadapan jamaah NU. Sontak hal ini pun mendapat kecaman masyarakat. Apalagi seperti kita ketahui, Ketua Umum Pengurus Besar (PBNU) yaitu Yahya Cholil Staquf juga, pernah melakukan kunjungan ke Israel di tahun 2018, sebagai tamu Komite Yahudi Amerika. Maka saling balas kunjungan ini, berhasil menggores hati kaum muslim.

 

Setelah mendapat protes dari masyarakat, kedua lembaga ini pun kemudian berkilah bahwa mereka kecolongan, tak sempat melihat latar belakang pembicara yang ternyata pro Zionis. Apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur, tetapi perlu kita pahami bahwa perbuatan ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap saudara seakidah yaitu muslim Palestina.

 

Bukan kali ini saja pengundang merasa kecolongan. Sebelumnya di 2024, ada Ari Gordon, narasumber Voice of Istiqlal, yang merupakan seorang tokoh Zionis. Acara ini akhirnya batal digelar di Masjid Istiqlal setelah mendapat penolakan dari masyarakat. Meski begitu, ia sempat memberi materi di beberapa kampus, lembaga dan ormas Islam.

 

Pada tahun 2024, muncul berita tentang lima cendekiawan yang mengaku berasal dari NU berkunjung ke Israel, termasuk bertemu dengan Presiden Israel. Meski mereka tidak mewakili Indonesia, tetapi sejatinya mereka adalah muslim yang setiap perbuatannya terikat dengan hukum syarak.

 

Skenario ini tampaknya masih akan berulang di beberapa waktu ke depan. Kerja sama dengan pihak musuh Islam, tak bisa dikatakan bahwa hal tersebut merupakan sikap netral dan perkara yang dibolehkan. Sebab selalu ada keberpihakan dan nilai yang dipertaruhkan, ketika kita memutuskan sesuatu. Hal itulah yang akan menjadi hujah kita kelak di hadapan Allah SWT.

 

Tertutupnya Mata dan Hati

Meski masyarakat dunia telah menyaksikan secara terang benderang penderitaan rakyat Palestina, akan tetapi masih ada saja kaum muslim yang tertutup mata dan hatinya. Tampaknya serangan brutal entitas Zionis tak mampu meluluhkan hati mereka. Malah bekerja sama dan menjalin hubungan dengan penjajah.

 

Zionis tidak hanya menyerang fisik penduduk Palestina secara masif. Mereka pun sengaja membuat lapar, hingga satu demi warga yang tumbang tak berdaya. Padahal hanya tersisa 10% saja wilayah yang dihuni, karena selebihnya telah dijarah oleh Zionis, akan tetapi hal itu tak menghentikan kebiadaban Zionis untuk terus menghabisi seluruh kaum muslim.

 

Sementara kita yang jauh dari Palestina, pun tak boleh berpangku tangan. Kita tetap harus menyuarakan solusi hakiki bagi mereka yakni Khilafah dan jihad. Mengundang akademisi Zionis, meskipun dengan alasan ilmu, adalah sama kejamnya dengan membiarkan warga Palestina terkapar tanpa daya.

 

Meski Zionis Yahudi kerap melakukan manuver dan playing victim, dengan membalikkan keadaan, seolah mereka adalah korban, tetap kita tak perlu berpihak pada mereka.
Sebagaimana Tentara IDF pun berkali-kali menyampaikan bahwa mereka tak sengaja menyerang Rumah Sakit, tempat pengungsian, rumah-rumah warga sipil, tempat-tempat warga mengambil bantuan donasi, masjid, dan sebagainya. Parahnya ketaksengajaan tersebut dilakukan terus menerus dan menimbulkan korban yang banyak.

 

Bahkan dahulu pun Rasulullah telah menghadapi bermacam tipu daya dari Bani Nadhir, Qainuqa’, Quraizhah dan lainnya, yang menampakkan wajah baik, padahal telah berkhianat dengan melakukan upaya pembunuhan, pelecehan dan makar lainnya. Padahal semula mereka telah terikat perjanjian dengan kaum muslim.

 

Khilafah Sang Pembebas

Tak perlu bermanis muka apalagi memberi panggung kepada pendukung genosida. Masih banyak saudara sesama muslim yang berilmu, dan bersedia mentransfer pemikiran baiknya kepada kita.

 

Pun tak perlu saling mengunjungi dan berteman dengan negeri kafir harbi fi’lan. Sunggu ironis, jika kita mengklaim memperjuangkan kebebasan Palestina tetapi bermanis wajah dengan antek musuh Islam. Ini bukan sekadar inkonsistensi yang tidak berbahaya, melainkan sebaliknya, justru secara aktif melemahkan perjuangan Palestina. Setiap panggung yang digelar untuk antek Zionis, akan memperkuat pendudukan dan perampasan.

 

Tak satupun kebaikan datang bagi pemimpin negeri-negeri muslim tetangga Palestina, yang tak bersegera mengulurkan bantuan. Mesir, Libanon, Suriah, Turki, memiliki kekuatan besar dari sisi persenjataan, tentara, dana, logistik dan sebagainya, tetapi tak mampu mengerahkan pasukan untuk mengusir penjajah.

 

Rasulullah ﷺ bersabda,

مَا مِنْ امْرِئٍ يَخْذُلُ امْرَأً مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ تُنْتَهَكُ فِيهِ حُرْمَتُهُ وَيُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ إِلَّا خَذَلَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ فِيهِ نُصْرَتَهُ. وَمَا مِنْ امْرِئٍ يَنْصُرُ مُسْلِمًا فِي مَوْضِعٍ يُنْتَقَصُ فِيهِ مِنْ عِرْضِهِ وَيُنْتَهَكُ فِيهِ مِنْ حُرْمَتِهِ إِلَّا نَصَرَهُ اللَّهُ فِي مَوْطِنٍ يُحِبُّ نُصْرَتَه

Tidaklah seseorang yang membiarkan seorang muslim di tempat di mana kehormatannya dilanggar dan dilecehkan, kecuali Allah akan membiarkannya di tempat yang ia menginginkan pertolongan-Nya di sana. Tidaklah seseorang menolong seorang muslim di tempat yang kehormatannya dilanggar kecuali Allah akan menolongnya di tempat yang menginginkan ditolong oleh-Nya.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

 

Hanya Khilafah yang mampu membebaskan segala bentuk kolonialisme, dan memberi kebaikan untuk semesta. Sebab akar permasalahan Palestina adalah penjajahan entitas Zionis yang dibekingi Amerika. Maka solusi hakiki bagi Palestina adalah jihad fi sabilillah dan persatuan kaum muslim di dalam institusi negara Khilafah. Tsumma takuunu Khilaafatan ala minhajin nubuwwah.