BBM Oplosan, Sengsara Mana Lagi yang Didustakan?

20250302_015129

Oleh : Ummu Zhafran

Pegiat literasi

 

LenSa MediaNews.Com, Opini–Bagai pepatah sudah jatuh tertimpa tangga, kehidupan rakyat makin sengsara saja. Belum tuntas soal laut yang dipagar, muncul lagi kasus korupsi BBM oplosan. Siapa pernah menyangka jika para oknum pejabat BUMN terkait sampai hati berkomplot mengoplos atau blending BBM RON 92 dengan RON 90. Jadilah atas nama Pertamax tapi Pertalite isinya.

 

Mengutip dari salah satu laman berita nasional, pihak Kejaksaan Agung telah menetapkan 9 tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola bahan bakar non subsidi di Pertamina dengan kerugian negara sekitar Rp193,7 triliun. Sementara karena aktivitas tersebut ditengarai sudah berlangsung selama 5 tahun sejak 2018 hingga 2023 , jadilah total korupsi di kisaran 980 triliun! (tempo.co, 27-2-2025).

 

Itu nominal kerugian dari perspektif negara. Bagaimana dari sisi rakyat yang selama bertahun-tahun tertipu? Jangan khawatir, sudah ada yang menghitung. Langsung saja, hasilnya mencapai Rp 47 miliar per hari atau Rp 17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan (tempo.co, 28-2-2025). Wajar bila membayangkannya saja, sudah cukup membuat publik geram bin gemas. Berapa banyak kebutuhan lain bisa terpenuhi dengan jumlah sebesar itu?

 

Bahkan di akun sosial medianya, selebriti yang juga cerdas matematika, Jerome Polin, mengungkap betapa jutaan generasi muda bisa menyelesaikan studinya sampai level sarjana dengan dana 980 triliun di atas. Memilukan bukan?

 

Ya, apa hendak dikata, nasi memang sudah jadi bubur. Tapi sebagai insan yang tercipta berakal mulia tentu tak patut bila hanya duduk diam berpangku tangan. Bukankah amar ma’ruf nahi mungkar bagi umat muslim selamanya merupakan kewajiban?

 

Terkait kecurangan yang dilakukan para oknum secara berjamaah di atas, tentu bukan hal yang begitu saja terjadi. Seperti kata pepatah, tiada asap tanpa api, tiada musabab tanpa sebab. Dengan gaji oknum pejabat di atas yang rata-rata sebesar 1,8 miliar/bulan, niscaya alasannya tak sekedar demi memperkaya diri dan keluarga. Bukankah sejak lama jadi rahasia umum bila BUMN juga merangkap jadi sapi perah oknum pejabat negeri khatulistiwa?

 

Maka dari itu, bisa dikatakan Sekularismelah yang memicu semua tindak manipulasi, korupsi, maksiat dan semua hal buruk yang buntutnya hanya menambah kesengsaraan rakyat. Jelas saja, sebab Sekulerisme memisahkan aturan agama dari tatanan kehidupan sehari-hari. Halal dan haram sudah tak lagi dikenali. Bahkan di level radikalnya, sekulerisme mengabaikan dan menihilkan agama.

 

Aturan atau syariat dari Sang Maha Pencipta dikerat tinggal sebatas ibadah spiritual yang bertempat di masjid-masjid, langgar serta pondok-pondok pesantren. Maklum bila kondisi ini oleh sebagian kalangan diberi stempel dengan #IndonesiaGelap.

 

Miris, kesengsaraan dan penderitaan justru bertambah-tambah ketika sekulerisme dibiarkan merajalela. Padahal kondisi ini tak ubahnya mengabaikan perintah Allah Swt. berikut,“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara kafah, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.”(TQS Al Baqarah: 208).

 

Di ayat lain, “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.”(TQS Al Ahzab:36).

 

Dari ayat di atas dan lainnya tegas tersurat, Islam tak mengenal sekulerisme. Segala jabatan, termasuk jabatan politik maupun profesional dipandang sebagai amanah yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hari kemudian.

 

Mari simak jawaban Rasulullah saw. saat menasihati Abu Dzar Al Ghifari ra., Sambil menepuk bahu, Nabi saw. bersabda, “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan) padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat amanah tersebut menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haq dan menjalankan dengan benar.”(HR. Imam Muslim).

 

Sungguh meski ditujukan kepada sahabat, namun sekaligus merupakan wasiat bagi umat Nabi saw. hingga akhir zaman. Wasiat yang telah lama hilang dari panggung peradaban dunia setelah kejayaannya selama berabad-abad. Tapi bukan mustahil kembali menyinari negeri ini bahkan seluruh alam hingga sejahtera kembali terwujud asalkan kafah syariat Islam diterapkan. Sesuai yang Allah Swt. perintahkan. Wallahua’lam. [LM/ry].