Bujuk Rayu PayLater

Oleh : Maya
LenSaMediaNews.Com, Opini–Siapa sih yang tidak ingin memiliki barang atau sesuatu yang diimpikan? Apalagi pada zaman sekarang kemajuan teknologi semakin pesat dan memudahkan, membuat masyarakat bukan sekedar memenuhi kebutuhan saja, menyuburkan sifat kerakusan manusia untuk membeli hal-hal yang baru padahal itu tidak dibutuhkan.
Dengan adanya PayLater memudahkan masyarakat untuk membeli segala hal tanpa adanya syarat khusus. Dengan strategi pemasaran yang menarik, iklan-iklan mengenai PayLater hadir di mana-mana, menyampaikan slogan “tanggal tua atau muda, belanja dengan bayar nanti”.
Ditambah berbagai macam tawaran menggoda seperti pengembalian uang, ongkos kirim gratis, serta potongan harga sampai 70% dan lain-lain semakin membuatnya menarik. Inilah yang membuat layanan PayLater disukai dibandingkan metode pembayaran tunai.
Layaknya racun yang tertutup oleh manisnya madu, bayar nanti nampak sangat menggoda dan menguntungkan. Namun sebenarnya ini adalah sebuah perangkap yang menyebabkan banyak kerugian dan menjebak penggunanya dalam utang.
Selama bulan Ramadan 2025, pemanfaatan PayLater untuk transaksi pembayaran mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan masyarakat masih berusaha untuk memenuhi kebutuhan harian mereka dengan mengandalkan pilihan pembiayaan di tengah menurunnya daya beli dan tantangan ekonomi.
Pengguna Kredivo yang memilih pay later selama Ramadan 2025 mengalami kenaikan 10 persen dibandingkan tahun 2024. Setiap pengguna melakukan rata-rata empat transaksi, khususnya pada minggu pertama dan kedua selama periode Ramadan 2025 (kompas.id, 15-04-2025).
Kondisi ini mencerminkan bertambahnya ketergantungan individu, khususnya kelompok pemuda, pada platform keuangan digital yang memberikan kenyamanan tetapi juga mengandung berbagai risiko.
Sayangnya, metode pembayaran PayLater ini membuat generasi muda terjebak dalam kebiasaan boros karena dengan mudahnya mereka dapat membeli barang yang sebenarnya tidak terlalu diperlukan hanya melalui layar ponsel.
Bahkan, beberapa dari mereka memesan makanan, tiket pesawat, dan akomodasi untuk berlibur meskipun tidak memiliki dana. Anak-anak muda mengalami Fomo (Fear of Missing Out) , jika tidak ikut tren mereka takut dianggap ketinggalan, lalu muncul Yolo (You Only live Onces).
Saat ini, terdapat tren terbaru yaitu doom spending, di mana berbelanja terasa seperti menjelang akhir dunia. Oleh karena itu, generasi ini menghabiskan semua yang mereka miliki seolah-olah hari esok tidak ada. Yang lebih parah, pengeluaran mereka bukan berasal dari tabungan, melainkan dari uang yang dipinjam.
Sebagai konsekuensinya, banyak anak muda terjebak dalam utang hingga puluhan juta karena tidak mampu melunasi tagihan. Ini adalah ilustrasi dari masyarakat yang sangat konsumtif, tetapi tidak didukung oleh pendapatan dan kemampuan berbelanja. Dalam situasi di mana peluang pekerjaan sangat sedikit, individu pada akhirnya memilih memanfaatkan pinjaman online dan PayLater.
Kondisi ini semakin buruk dengan meningkatnya tingkat pengangguran di berbagai industri. Pinjaman yang mengandung riba terbukti menambah stres dalam kehidupan masyarakat. Banyak sekali kasus hutang yang berujung pada depresi bahkan tindakan bunuh diri.
Anehnya, pemerintah tampak cuek, meskipun masalah ini sudah sering kali terjadi. Di sisi yang lain, penerapan sistem Kapitalisme menyebabkan meluasnya budaya konsumerisme, di mana kebahagiaan dinilai berdasarkan aspek materi semata. Hadirnya PayLater semakin memperkuat arus konsumerisme. PayLater yang kini banyak digunakan berbasis riba. Alih-alih memberikan solusi, PayLater malah berpotensi menambah beban masalah masyarakat dan menambah dosa, yang akan menjauhkan keberkahan.
Apalagi, negara menyediakan kemudahan bagi praktik haram dengan berbagai alasan, seperti terdaftar di OJK, suku bunga rendah, tanpa keharusan adanya penghasilan, dan lainnya, sehingga dianggap sebagai hal yang umum bahkan sangat menguntungkan.
Dengan menerapkan sistem Islam, generasi muda akan terlindungi dari jebakan berbahaya ini. Mereka dijamin akan memiliki kehidupan yang layak serta pendidikan yang tepat, terhindar dari godaan gaya hidup barat, dan memperoleh pendidikan berkualitas yang akan menuntun mereka menjadi individu yang terhormat.
Generasi muda dibentuk berdasarkan akidah Islam dan selalu terikat pada hukum syara. Ini akan menciptakan generasi muda yang memiliki identitas Islam yang kuat, terlindungi dari pemikiran yang menyimpang seperti Liberalisme, materialisme, dan konsumerisme.
Masyarakat akan mengalami pembentukan ketakwaan sehingga ukuran kebahagiaan pun tidak lagi pada materi, melainkan memperoleh Rida Allah SWT. Tidak ada cara lain untuk mengatasi inti permasalahan dari kekacauan sistem kehidupan saat ini, selain berusaha mengembalikan ajaran Islam diterapkan.
Dengan demikian, maka akan terbangun sistem sosial yang membawa berkah dan kesejahteraan bagi masyarakat. Sistem Islam juga akan menghapus sistem utang-piutang yang melibatkan riba.Wallahu’alam bis shawab. [LM/ry].