Ibadah Haji: Refleksi Persatuan atau Ilusi Kesatuan?

Oleh : Eni Imami, S.Si, S.Pd
Pendidik dan Pegiat Literasi
LenSaMediaNews.Com–Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam yang paling sakral dan dianggap sebagai puncak spiritual bagi umat muslim. Setiap tahun, jutaan muslim dari berbagai negara berkumpul di Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam yang kelima. Ini menjadi simbol persatuan umat muslim. Namun, sayangnya diluar ibadah haji umat muslim masih terpecah dalam sekat-sekat negara bangsa.
Haji dan Persatuan Umat
Ibadah haji, rukun Islam kelima merupakan salah satu pertemuan terbesar di dunia. Dilansir Saudi Gazette, pada tahun ini lebih dari 1,47 juta Muslim luar negeri berkumpul dengan ratusan ribu jamaah domestik untuk menunaikan ibadah haji. Termasuk yang mendapat undangan khusus dari Raja Salman, sebanyak 2.443 jamaah dari 100 negara (Viva.co.id, 05-06-2025).
Ibadah haji selain ritual spiritual yang merefleksikan ketaatan pribadi kepada Allah SWT, juga menjadi simbol agung persatuan kaum muslimin di penjuru dunia. Besar harapan semangat persatuan ini tidak pudar selepas ibadah haji ditunaikan. Menjadi persatuan yang membawa dampak positif pada kehidupan sehari-hari secara ideologis, baik secara individu, masyarakat, maupun bernegara.
Umat Islam yang kini jumlahnya hampir 2 miliar sebenarnya memiliki potensi besar untuk menjadi kekuatan global yang disegani. Baik dari potensi sumber daya manusianya, sumber daya alam, politik, ekonomi maupun aspek sosial. Namun, itu semua hanya dapat terwujud jika umat Islam bersatu dan lepas dari sekat-sekat negara bangsa.
Realita Umat Terpecah-belah
Sungguh ironis, persatuan umat muslim hanya nampak dalam ibadah haji saja. Setelah jamaah haji kembali ke negerinya masing-masing perpecahan diantara umat muslim masih banyak terjadi. Umat muslim terpecah-belah oleh sekat-sekat negara bangsa, golongan, dan kepentingan duniawi. Tak hanya terpecah-belah bahkan tidak jarang terjadi permusuhan di antara mereka.
Kepedulian dan solidaritas sesama muslim pun terabaikan. Bukankah sesama muslim itu bersaudara, sayangnya ribuan nyawa umat muslim di Palestina tidak menggerakkan persatuan umat muslim sedunia untuk memberikan pembelaan. Penguasa negeri-negeri muslim hanya sibuk memberikan kecaman dan kutukan terhadap Zionis Israel, tanpa mengirimkan pasukan bersenjata untuk melakukan perlawanan.
Itu semua akibat negeri-negeri muslim menganut paham Nasionalisme. Paham buatan barat yang lahir dari sekularisme yang sengaja ditancapkan di negeri-negeri muslim agar tidak bersatu menjadi negara besar. Ide nasionalisme membuat negeri muslim tercerai berai dari ikatan ukhuwah Islamiyah, masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri dan merasa bangga dengan bangsanya sendiri.
Persatuan Hakiki
Umat muslim yang jumlahnya besar janganlah mencukupkan diri hanya bersatu di momen ibadah haji. Umat muslim harus bersatu dalam persatuan yang hakiki, sebagai umat yang satu (Ummatan wahidan) dan umat terbaik ( Khairu ummah) dengan menjadikan Islam sebagai ideologi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali-Imron ayat 110, Allah memberikan predikat umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, dimana aktivitasnya menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah SWT.
Kemuliaan dan persatuan umat Islam hanya dapat terwujud jika umat Islam memiliki institusi negara yang menyatukan mereka, yakni Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah. Menurut penjelasan Syekh Abdul Qadim Zallum rahimahullah di dalam kitab Nizham al-Hukmi fi al-Islam (Sistem Pemerintahan Islam), Khilafah merupakan kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslim di seluruh dunia untuk menegakkan hukum syara’ serta mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Hal ini telah diterapkan mulai dari masa Abu Bakar as-Shidiq sebagai Khalifah pertama setelah kepemimpinan Rasulullah Saw, hingga dilanjutkan oleh para Khalifah sesudahnya selama 3 Abad lamanya.
Momen ibadah Haji dan Iduladha telah mengajarkan ketaatan mutlak kepada Allah SWT. Ketaatan mutlak ini hanya dapat direalisasikan dalam Khilafah, dimana umat Muslim akan patuh sepenuhnya pada syari’at Islam, bukan hanya pada aspek ritual tapi juga dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Khilafah bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan syariat Islam dan melakukan pengurusan terhadap urusan rakyat.
Pada haji wada‘ Rasulullah Saw telah berwasiat dalam khutbahnya, agar umat Islam bertakwa kepada Allah Swt., (serta) tunduk dan patuh kepada pemimpin meskipun yang memimpin adalah seorang budak. Rasul Saw juga berpesan bahwa di antara umat Islam ada yang hidup (setelah ini) akan menyaksikan banyaknya perselisihan.
Rasul Saw meminta agar berpegang teguh terhadap sunahku dan sunah khulafaurasyidin yang mendapatkan petunjuk. Gigitlah dengan geraham. Rasul Saw juga menyeru agar menghindari bidah karena semua perkara bidah adalah sesat.
Dari pesan tersebut Rasulullah Saw. memerintahkan umat Islam untuk bersatu dengan ikatan akidah Islam di bawah satu kepemimpinan yang mengikuti Sunah Rasulullah dan khulafaurasyidin. Kepemimpinan itu adalah Khilafah yang wilayahnya luas meliputi seluruh negeri Muslim.
Kepemimpinan yang mampu menyatukan seluruh umat Islam dalam sebuah institusi negara. Di dalam Khilafah, persaudaraan sesama muslim benar-benar terwujud. Persaudaraan ini tegak di atas akidah Islam dan menembus batas perbedaan-perbedaan yang ada. Dengan persatuan inilah umat Islam akan mulia dan menjadi adidaya. Wallahu ‘alam bishawab. [LM/ry].