Ilusi Jaminan Halal di Negeri Mayoritas Muslim
Oleh Sany Selvia
LensaMediaNews.com, Opini_ Baru-baru ini publik dihebohkan dengan beredarnya berita Rumah Makan Ayam Goreng legendaris mengandung babi. Berdiri sejak tahun 1973, Ayam Goreng Widuran telah memiliki banyak penikmat termasuk banyak dari warga muslim. Entah karena soal rasa dan tak mau kehilangan pelanggan, pihak restoran memilih diam hingga terungkap ternyata sajiannya mengandung babi. Sebuah akun Thread @pedalranger mengatakan bahwa dirinya terkejut mengetahui fakta tersebut. Dia juga menilai tak sedikit orang muslim yang sudah jadi langganan di sana sebelum tahu faktanya. “Hah seriusan? Itu kesukaan keluargaku lagi. Dulu belum ada tulisan non halalnya. Tapi kok orangnya diem-diem aja ya pas keluargaku yang berhijab makan disana.” tulis netizen (detikfood 28/05/25).
Ayam goreng merupakan makanan comfort yang disukai banyak orang, maka tidak heran jika banyak restoran yang menawarkan menu dengan resep andalan berbahan dasar ayam. Hanya saja kepastian halal dalam setiap proses produksi harus menjadi perhatian bagi pemilik restoran. Tidak boleh menggunakan bahan haram sekalipun hanya minyak yang digunakan untuk menggoreng kremesan.
Jika kita tela’ah pada dasarnya ayam merupakan makanan yang halal bagi umat muslim, namun bisa menjadi haram jika :
Penyembelihannya tidak sah
Ayam yang disembelih dengan cara yang tidak sesuai dengan syariat Islam seperti dipukul, dibanting, dicekik, ditanduk atau diterkam binatang buas.
Cara Memperolehnya
•Jika ayam diperoleh dengan cara yang haram, seperti dicuri atau dibeli dengan uang yang haram, atau dibeli dari pedagang yang tidak jelas asal-usulnya maka dagingnya juga menjadi haram.
•Bercampur dengan makanan yang haram
Jika ayam bercampur dengan bahan atau makanan yang haram seperti babi maka makanan tersebut menjadi haram hukumnya.
•Makanan yang sudah kadaluarsa atau tercemari
Ayam yang sudah menjadi bangkai, kemudian makanan yang sudah kadaluarsa meskipun awalnya halal itu juga menjadi haram hukumnya.
Allah SWT memerintahkan agar kaum muslim mengkonsumsi makanan yang halal lagi baik, Sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al-Baqarah[2] ayat 168 :
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal dan baik (Halal[an] Thayyib[an]) dari apa saja yang terdapat di bumi, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian.“
Kasus Rumah Makan Ayam Widuran adalah salah satu dari sekian banyak kasus produk haram yang beredar tanpa pengawasan. Bukti negara telah abai terhadap perkara yang menjadi kebutuhan warganya. Ya, kebutuhan warga bukan sekadar makan, namun jaminan halal semestinya tak boleh dilupakan. Begitulah realitanya di negeri mayoritas muslim namun asas kehidupannya sekularisme. Agama dikesampingkan tak boleh turut campur dalam kehidupan. Akibatnya halal dan haram tak lagi menjadi perhatian, tak ada jaminan meski sudah berlogo halal, perlu cermat agar terhindar dari yang haram. Namun sayang tak semua muslim mau memperhatikan, banyak yang terjebak hingga memaklumi karena terlanjur menikmati.
Padahal banyak dampak buruk yang terjadi jika kita mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram hukumnya. Makanan bukan hanya menjadi asupan gizi dalam tubuh kita, tetapi membentuk karakter. Makanan mempengaruhi spiritualitas dan kesehatan akal serta menentukan keberkahan hidup.
Selain itu makanan haram bisa menghalangi terkabulnya doa, tidak bisa dibayangkan ketika kita sudah melakukan hal-hal baik tetapi ternyata makanan kita tidak diperhatikan, maka du’a yang selama ini kita panjatkan tidak terkabul. Naudzubillahimindzalik
Di sisi lain Allah SWT menegaskan bahwa makanan atau minuman yang haram ada kaitannya dengan perbuatan syaithan, yang menyukai sesuatu yang haram dan yang kotor. Hal ini bisa menyebabkan kita cenderung mengundang perbuatan syaitan yaitu dengan mudah terdorong melakukan maksiat.
Manusia yang mengonsumsi makanan haram berarti merusak amal ibadahnya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw :
“Setiap daging yang tumbuh dari sesuatu yang haram, maka azab neraka lebih layak bagi dirinya.” (HR Ath-Thabrani)
Dalam Islam, negara wajib menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, termasuk memastikan semua makanan yang dikonsumsi masyarakat adalah halal. Di sisi lain, sistem pendidikan Islam mengajarkan hukum Islam sejak dini, termasuk soal pentingnya untuk mengonsumsi makanan halal, hingga cara mendapatkannya. Dengan pengondisian seperti ini, masyarakat akan paham membedakan mana yang halal dan haram.
Dalam sistem ekonomi, Islam membolehkan setiap masyarakat melakukan produksi dan jual beli. Namun, melarang proses itu jika berasal dari bahan haram.
Sistem sanksi Islam juga bersifat tegas. Para Qadi akan menghukum siapa pun yang melanggar. Apabila ada bahan makanan baru, Islam menyerahkan pada mujtahid untuk menggali hukumnya agar umat Islam tidak bingung dalam menentukan sikap.
Selain itu, dengan penerapan hukum Islam secara kafah, negara akan menjamin makanan yang beredar dipastikan halal sehingga umat pun pada akhirnya tidak memerlukan sertifikasi halal. wallahu ‘alam bishshawab