Miris, PP Nomor 28 Tahun 2024 Legalkan Perzinaan Usia Dini
Oleh : Ariani
LenSa MediaNews__ Di tengah isu penurunan angka perkawinan secara nasional hingga 7,5 % pada tahun 2023, ternyata Indonesia masih dihadapkan pada segudang masalah perkawinan usia anak. Berdasarkan data BPS selama satu dekade terakhir, angka perkawinan di bawah umur terus terjadi. Setiap tahun terjadi perkawinan usia anak di Indonesia sekitar 10,5 persen. Berdasarkan data Unicef 2023, peringkat Indonesia menempati urutan ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah anak perempuan yang dinikahkan mencapai 25,53 juta jiwa. Angka tersebut sekaligus menobatkan Indonesia sebagai negara di kawasan ASEAN yang memiliki kasus perkawinan anak terbesar (Kompas.id)
Kekhawatiran para orangtua kian hari kian bertambah. Bagaimana tidak, masih terngiang kasus dispensasi nikah akibat tingginya angka kehamilah di usia sekolah, belum lama ini Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat sebanyak 20% usia 14-15 tahun sudah melakukan hubungan seksual. Lalu diikuti oleh usia 16-17 tahun sebesar 60%, sedangkan di umur 19-20 tahun sebanyak 20%. Hasil ini berdasarkan Data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017. Ketua BKKBN Hasto Wardoyo juga menjelaskan usia hubungan seks semakin maju sementara itu usia nikah semakin mundur. Dengan kata lain semakin banyak seks di luar nikah (www.liputan6.com, 6/8/2023)
Kehidupan anak yang berkualitas menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan di sebuah negara. Demi mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), Indonesia harus serius dalam pencegahan perkawinan anak. merupakan salah satu rumusan dari Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang disahkan pada tahun 2015. Indonesia sendiri merupakan salah satu dari 193 negara anggota PBB yang meratifikasi dan mengadopsi SDGs ini. Terdapat keterkaitan SDGs dengan Visi Pembangunan Nasional (Nawacita) yang pada saat itu dicetuskan bersamaan pada tahun 2015.
Salah satu tujuan SDGs, yaitu pada tujuan 3 (tiga) mengenai kesetaraan gender dan pemberdayaan Perempuan. Aspek yang terkait dengan pernikahan anak tercantum dalam target SDGs 5.3, khususnya mengenai penghapusan semua praktik berbahaya, seperti pernikahan anak. Pernikahan dini menyebabkan partisipasi Perempuan di ranah public baik social, ekonomi dan politik menjadi berkurang. Hal ini bertentangan dengan tujuan kesetaraan gender yang menjadi salah satu goal SDGs
Kesetaraan gender selalu gembar-gemborkan sebagai ide yang akan membuat hak asasi perempuan terpenuhi, baik sebagai manusia maupun sosok perempuan. Terpenuhinya hak ini dianggap dapat membawa kesejahteraan dan kebebasan bagi perempuan. Padahal sejatinya, ide kesetaraan gender adalah perangkap Barat bagi muslimah, termasuk muslimah muda, agar para muslimah memiliki kepribadian Barat yang berpikir dan berbuat menggunakan standar hidup Barat yaitu sekularisme, memisahkan aturan agama dalam kehidupan. Agama hanya digunakan dalam ruang privat, dibuang ke dalam ruang publik, dan digantikan dengan segala aturan yang dibuat berdasarkan akal manusia.
Untuk mencegah pernikahan dini karena kehamilan di luar neger demi tercapainya tingginya partisipasi Perempuan di ranah public maka Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja (https://bisnis.tempo.co/read)
Dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 itu, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi. Hal ini sangat ironis karena malah akan memfasilitasi anak dan remaja melakukan sex bebas. Perzinahan adalah salah satu dosa besar yang jika dibiarkan merajalela akan mendatangkan azab dari Allah SWT.
Untuk mencegah sex bebas yaitu perzinahan Islam telah mempersiapkan seperangkat aturan, yaitu diperintahkan menahan pandangan dan memelihara kemaluan. QS 24:30, yang artinya “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih Suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. QS 24:31, yang artinya “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya. Islam juga mewajibkan laki-laki dan wanita dewasa menutupi aurat.” Rasulullah saw bersabda, yang artinya “Sesungguhnya (aurat laki-laki) dari bawah pusar sampai ke dua lututnya merupakan auratnya. (HR Ahmad). Allah swt berfirman dalam QS 24:31 , yang artinya “…..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya….”Dengan tertutupnya aurat pria dan wanita maka pornoaksi dan pornografi tidak akan ada di tengah masyarakat, sehingga naluri seksual tidak distimulasi.
Inilah aturan pergaulan Islam yang seharusnya menjadi pemahaman generasi muslim saat ini, sehingga mereka akan mampu melakukan self control untuk menjauhi zina. Hanya saja aturan ini tidak akan mampu diemban oleh individu. Hal besar ini hanya bisa teralisasi jika diemban oleh negara, yaitu Daulah Khilafah. Sebab untuk menjaga agar kehidupan pergaulan publik antara pria dan wanita sesuai dengan syariat Islam dibutuhkan kebijakan dari institusi resmi dalam bentuk negara, dan tidak ada di dunia ini negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah kecuali Daulah Khilafah.