Teladan Nabi dalam Menyejahterakan Umat

Kesejahteraan

 

Oleh Nadisah Khairiyah

 

 

LensaMediaNews.com, Tsaqofah Aqliyah_ Setiap Anak adalah Pembuka Kebahagiaan dan Kebaikan

Ada kasih yang begitu luas, bahkan ketika kita nyaris tak punya apa-apa, kasih itu tetap mengalir dari Allah ﷻ, Dzat yang Mahabaik lagi Maha Penyayang.

Saat sebagian orang khawatir tak mampu memberi makan anak-anaknya,
Allah menenangkan hati mereka dengan firman-Nya yang penuh kelembutan:

وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ
إِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا

Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin. Kami-lah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepada kalian.” (QS al-Isra’ [17]: 31)

Ayat ini adalah pelukan Allah.
Ia mengingatkan bahwa setiap kehidupan anak adalah pembuka kebahagiaan, bukan beban yang boleh diakhiri. Allah tidak ingin manusia terjerumus dalam keputusasaan, karena Dia telah berjanji menanggung kehidupan seluruh makhluk-Nya.

 

Nestapa yang Menyeret pada Keputusasaan

Namun sayang, janji Allah itu tidak bisa kita rasakan saat ini. Kita tahu, hidup menekan begitu berat. Harga beras terus merangkak naik, segelas susu makin jarang hadir di meja, dan anak-anak belajar menahan lapar di balik senyum mereka.

 

Ada orangtua yang menghela napas panjang di depan dapur yang kosong. Ada ibu yang menahan air mata saat anaknya meminta buku, sementara ia tak punya uang bahkan untuk membeli beras hari ini.

 

Di tengah luka semacam itu, sebagian hati rapuh bisa patah. Beberapa waktu lalu, kita dikejutkan berita dari Kabupaten Bandung:
seorang ibu mengakhiri hidupnya, dan sebelumnya meracuni dua anaknya agar mereka “pergi bersama”. Di Sukabumi, seorang anak meninggal dalam tubuh yang dipenuhi ratusan cacing gelang, karena ayahnya sakit TBC tanpa biaya berobat, dan ibunya mengalami gangguan jiwa.

 

Tragedi-tragedi itu menambah panjang daftar kasus bunuh diri.
Data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Bareskrim Polri mencatat:

* Tahun 2022: 887 jiwa
* Tahun 2023: 1.288 jiwa
* Tahun 2024: 1.023 jiwa
* Hingga Mei 2025: 600 kasus bunuh diri

 

Angka sesungguhnya mungkin jauh lebih tinggi. Indonesian Association for Suicide Prevention (INASP) mencatat, kasus bunuh diri di Indonesia bisa underreported hingga 300%. Artinya, ada begitu banyak penderitaan yang tak pernah tercatat, tapi nyata menghantui lorong-lorong kehidupan kita.

Karena cinta-Nya yang tak pernah pudar, Allah ﷻ menegaskan:

> وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا

Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian.(QS an-Nisa’ [4]: 29)

Larangan ini bukan ancaman,
melainkan pelukan agar manusia tidak jatuh ke jurang keputusasaan.

 

Teladan Rasulullah ﷺ: Menjahit Harapan Menjadi Kenyataan

Kasih Allah yang luas itu tidak dibiarkan menggantung di langit. Rasulullah ﷺ membumikan kasih itu menjadi tatanan yang nyata. Beliau saw. tidak hanya mengajarkan sabar, tapi juga menegakkan sistem yang membuat tak seorang pun perlu memilih antara hidup atau mati karena lapar.

 

Di Madinah, Rasulullah ﷺ mendirikan Baytul Maal semacam kas negara umat.
Dari sanalah kebutuhan para yatim, janda, orang miskin, dan siapa pun yang kehilangan penghidupan ditanggung. Zakat dikumpulkan bukan untuk ditumpuk,
melainkan segera disalurkan seperti air ke tanah yang retak.

 

Orang yang kehabisan bekal di perjalanan diberi dana agar bisa pulang. Petani yang gagal panen diberi modal untuk menanam kembali. Orang yang terlilit utang, dilunasi jika benar-benar tak mampu membayar.

 

Dalam tatanan Rasulullah ﷺ, kemiskinan bukan aib, melainkan tanggung jawab bersama.

Beliau bersabda:
Seorang imam adalah pengurus, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.”
(HR al-Bukhari dan Muslim)

 

Maka orang yang dulu duduk menunduk karena lapar, bangkit dengan dada tegak dalam naungan kepemimpinan beliau. Tidak ada anak yang mati karena tak bisa makan, tidak ada ibu yang bunuh diri karena tak sanggup membayar biaya berobat suaminya. Sejahtera bukan berarti semua orang kaya, tetapi semua orang terjamin hidupnya karena negara berjalan bukan untuk menumpuk harta penguasa, melainkan untuk menebar rahmat Allah bagi seluruh makhluk-Nya.

 

Meneladani Jalan Sejahtera yang Rasulullah ﷺ Rintis

Hari ini, janji Allah terasa begitu jauh
karena kita hidup tanpa sistem yang Rasulullah ﷺ tinggalkan.
Maka jika kita ingin kasih Allah itu kembali bisa dirasakan, bukan dengan sekadar menguatkan hati untuk tabah, tapi dengan menghidupkan kembali tatanan yang pernah membuat dunia bersinar.
Rasulullah ﷺ telah menunjukkan jalannya:
menjadikan kepemimpinan sebagai amanah,
menjadikan kekayaan umat sebagai jaring pengaman sosial, dan menegakkan keadilan agar tak seorang pun hidup dalam rasa takut esok hari tak bisa makan.

Di sanalah letak cinta Allah yang nyata:
bukan hanya dalam nasihat yang menguatkan, tapi dalam sistem yang menjamin, sehingga setiap anak tumbuh sebagai pembuka kebahagiaan,
bukan beban yang menjerumuskan orangtuanya pada putus asa.