Idul Fitri di Tengah Genosida: Kapan Umat Islam Bersatu?

IMG-20250423-WA0007(1)

Oleh: Nur Eva Hadiyanti

Pemerhati Sosial

LenSa Media News _ Opini _ Lebaran tahun ini kembali menjadi perayaan yang penuh duka bagi umat Islam, terutama ketika dunia menyaksikan penderitaan rakyat Palestina yang tak kunjung usai. Di saat umat Islam bersiap menyambut Idul Fitri dengan sukacita, rakyat Gaza justru terus dilanda agresi zionis yang brutal. Menurut laporan Suara.com (31 – 03 – 2025), umat Muslim Palestina terpaksa merayakan Idul Fitri di tengah puing-puing bangunan dan suara dentuman bom. Sebanyak 20 warga Gaza dilaporkan tewas akibat serangan Zionis yang terjadi pada malam takbiran (Tribunnews.com; 31 – 03 – 2025). Selain itu, stok makanan di Gaza juga semakin menipis, membuat perayaan Idul Fitri menjadi penuh kesedihan dan rasa lapar (Tribunnews.com; 31 – 03 – 2025).

Sayangnya, dunia Islam seolah terpecah. Tak ada satu pun negara Muslim yang mampu menghentikan kebiadaban Zionis secara konkret. Sanksi internasional, kecaman PBB, hingga diplomasi Arab hanya menjadi formalitas. Palestina tetap dijajah, dan penjajahan itu terus berlangsung dari satu Idul Fitri ke Idul Fitri berikutnya.

Fenomena ini bukan sekadar isu kemanusiaan, tetapi persoalan sistemik. Dunia saat ini berada dalam cengkeraman kapitalisme global yang meniscayakan hegemoni negara-negara besar. Dalam sistem ini, Zionis dilindungi penuh oleh kekuatan imperialis seperti Amerika Serikat. Dukungan militer, politik, hingga ekonomi mengalir deras kepada Zionis (laknatullah) atas nama keamanan dan stabilitas kawasan.

Sementara itu, negara-negara muslim berada dalam posisi lemah. Mereka bergantung pada sistem internasional yang tidak pernah berpihak kepada umat Islam. Mereka juga terikat pada kepentingan nasionalistik sempit, yang menjadikan penderitaan umat Islam di negeri lain bukan menjadi urusan bersama. Padahal, umat Islam sejatinya adalah satu tubuh.

Dalam narasi kapitalisme, Idul Fitri hanya dipahami sebagai ritual tahunan yang bersifat spiritual dan seremonial. Tidak ada semangat pembebasan atau perjuangan. Padahal, hakikat Idul Fitri adalah momentum kemenangan setelah perjuangan. Lalu, bagaimana mungkin kita merayakan kemenangan jika saudara kita di Palestina terus dizalimi dan kita tak berdaya?

Idul Fitri dalam Bingkai Kemenangan Hakiki

Dalam Islam, Idul Fitri bukan sekadar hari raya, tapi puncak dari sebuah jihad ruhiyah dan sosial. Ia adalah penegas bahwa ketaatan kepada Allah membawa kemenangan. Rasulullah ﷺ dan para sahabat pun merayakan Idul Fitri dalam konteks perjuangan membebaskan umat dari kezaliman, bukan dalam kenyamanan semu.

Islam memandang bahwa masalah Palestina adalah masalah seluruh umat. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi adalah seperti satu tubuh. Jika satu bagian sakit, maka seluruh tubuh merasakan sakit dan tidak bisa tidur.” (HR. Muslim)

Karena itu, solusi untuk membebaskan Palestina tidak bisa dilepaskan dari upaya besar menegakkan kembali institusi pemersatu umat, yaitu Khilafah Islam. Dalam sejarah, Khilafah menjadi benteng umat, menjaga kesatuan wilayah dan membebaskan negeri-negeri Muslim dari penjajahan.

Jalan kemenangan umat telah jelas dan terang: tegaknya syariat Islam secara kaffah dalam institusi negara. Visi ini bukanlah mimpi, melainkan sebuah strategi realistis yang mampu menyatukan kekuatan umat Islam dunia untuk membebaskan Al-Quds dan melindungi umat yang tertindas.

Kami menyoroti bagaimana sistem sekular dan konspirasi politik internasional telah lama mengkhianati perjuangan Palestina. Selama umat Islam masih berada dalam naungan sistem kapitalisme yang korup, maka penjajahan terhadap Palestina akan terus berlangsung tanpa perlawanan yang berarti.

Sebagaimana sabda Nabi ﷺ:

Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim)

Idul Fitri sejatinya adalah momentum evaluasi dan kebangkitan. Kemenangan sejati bukanlah terletak pada baju baru atau hidangan mewah, melainkan pada terwujudnya keadilan dan kemuliaan Islam di muka bumi. Selama Palestina masih dijajah dan umat Islam terpecah dalam sekat-sekat buatan (Nasionalisme), maka Idul Fitri belumlah benar-benar fitri.

Kini, umat Islam harus membuka mata. Tidak cukup hanya berdoa dan bersedih untuk Palestina. Umat harus mengambil peran dalam perjuangan membebaskan Al-Quds dengan jalan yang telah Allah dan Rasul-Nya tunjukkan: menegakkan Islam secara menyeluruh dalam bingkai Khilafah. Hanya dengan itu, Idul Fitri akan kembali menjadi hari kemenangan hakiki bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia.

Waallahu alam bisawab 

(LM/SN)