Ambisi Kapitalis Menghasilkan Kerusakan Sistemis

Oleh: Reni Rosmawati
Pegiat Literasi Islam Kafah
LenSaMediaNews.Com–Siapa yang tidak tau Raja Ampat? kepulauan di daerah Papua Barat Daya yang terkenal akan keindahan alamnya. Gugusan pulau tertata rapi disertai warna-warni biota laut yang indah, pasirnya pun menghampar putih membuat setiap mata betah memandang.
Sehingga wajar jika ia dijuluki surganya dunia. Namun belakangan ini Raja Ampat tengah menjadi sorotan, beritanya viral di media sosial. Kondisi Raja Ampat rusak parah akibat adanya tambang nikel yang telah beroperasi 13 tahun di sana. Tak ada lagi hutan hijau, semuanya berganti tanah.
Berbagai kritik dari masyarakat mengalir deras hingga #SaveRajaAmpat pun mencuat. Publik termasuk Greenpeace dan masyarakat Papua, mendesak pemerintah agar segera mencabut izin dan menghentikan aktivitas penambangan nikel di kawasan Raja Ampat. Iqbal Damanik, Juru Kampanye Greenpeace mengatakan setidaknya ada 5 perusahaan yang teridentifikasi merusak ekosistem laut dan hutan, termasuk anak perusahaan PT Antam Tbk, yaitu PT Gag Nikel.
Aktivitas pertambangan tersebut juga disebut berpotensi pidana. Sebab melanggar UU Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Di mana pada Pasal 35 huruf k, dilarang melakukan penambangan di pulau-pulau kecil apalagi sampai merusak ekologi, mencemari lingkungan, dan merugikan masyarakat lokal. Sementara Raja Ampat memenuhi kualifikasi pulau-pulau kecil yang dilindungi tersebut. Ini sebagaimana yang disampaikan Herdiansyah Hamzah, Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi. (Metrotvnews, 07/06/2025)
Sayangnya, kritik dan desakan tersebut hanya ditanggapi santai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia. Walaupun IUP (Izin Usaha Pertambangan) nikel dicabut, namun itu tidak berarti apa-apa selain hanya meredam protes sementara. Sebab, IUP nikel sudah diteken sebelum dirinya menjabat menteri. Bahlil bahkan menyangkal adanya kerusakan di Raja Ampat (Beritasatu.com, 05-06-2025).
Akibat Kapitalisme dan Ambisinya
Sebenarnya korelasi pertambangan nikel di Raja Ampat adalah target pemerintah untuk menjadi produsen baterai kendaraan listrik ke-5 dan penghasil nirkarat ke-2 di dunia pada tahun 2040 mendatang, maka hilirisasi mineral (nikel) digalakkan karena nikel merupakan bahan baku dari keduanya.
Selain itu, investasi downstream nikel juga berpeluang memberikan keuntungan hingga US$127,9 miliar, menciptakan 357.000 lapangan pekerjaan, dan mendongkrak ekonomi sampai 8 persen, dengan target investasi 16,75 persen. Sementara dalam laporan BKPM, sejak UU 3/2020 Tentang Larangan Ekspor Bijih Nikel disahkan, investasi di Indonesia mengalami kemajuan signifikan mencapai Rp514 triliun pada 2024 dengan jumlah perusahaan investor mencapai 194 (Energika.id, 03-06-2025).
Jika melihat keuntungan ini, wajar bila pemerintah jor-joran melakukan hilirisasi nikel. Padahal berdampak negatif bagi lingkungan dan manusia, adanya hilirisasi nikel dapat menyebabkan penurunan sanitasi dan kualitas air bersih. Peneliti Lingkungan Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat (AEER), Arfah Durahman menuturkan air yang melewati kawasan industri nikel mengandung ion logam kromium heksavalen yang berbahaya bagi manusia. Manusia yang menghirup senyawa ini dapat mengalami bronkitis, infeksi saluran pernafasan, dan diare (aeer.co.id, 1-8-2023).
Adapun dampaknya bagi negara tentu lebih besar lagi. Pemberian izin bagi para kapitalis dalam mengelola kekayaan alam negeri ini, akan menjadikan Indonesia kehilangan kedaulatannya. Terbukti dari kasus sengketa Indonesia dengan PT Freeport.
Sudah lebih dari 50 tahun perusahaan AS itu menjarah kekayaan alam Papua, namun negara tak berdaya menghentikannya. Bahkan Freeport berani mengancam Indonesia, akan membawa sengketa ke hukum internasional tatkala Indonesia berupaya merevisi kontrak dan menuntut pengembalian saham 51 persen
Jika mudharat yang ditimbulkan dari aktivitas tambang nikel begitu besar, tentu patut dipertanyakan dasar munculnya ambisi tersebut. Senyatanya ambisi pemerintah melakukan hilirisasi nikel, tak lepas dari cara pandang Kapitalisme yang diemban negara. Watak rakus sistem Kapitalisme menjadikan segala sesuatu dipandang berdasarkan manfaat serta keuntungan. Dampak negatif yang muncul semua terkalahkan dengan ambisi rakus kapitalisme.
Islam Penjaga Kelestarian Alam
Akan berbeda jika sistem Islam yang diterapkan. Islam telah memberikan tuntunan bagaimana melakukan penjagaan terhadap alam dan menjaga ekosistem. Allah telah melarang keras merusak lingkungan. Firman Allah Swt. yang artinya, “Janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi….” (TQS. Al-A’raf: 56).
Berdasarkan ayat ini semestinya para penguasa berhenti membuat kebijakan-kebijakan yang merusak alam. Apalagi SDA telah ditetapkan oleh Islam sebagai harta milik umum yang tidak boleh dikelola sembarangan oleh swasta, terlebih dalam skala besar. Rasulullah pernah mengambil kembali tambang garam yang yang diberikannya kepada Abyadh bin Hammal setelah mengetahui tambang tersebut memiliki cadangan melimpah. Sabda Rasulullah: “Kaum muslimin berserikat dalam 3 hal; air, padang rumput, dan api.” (HR. Abu Dawud).
Karenanya, jika Islam diterapkan maka semua SDA di mana pun berada, baik di Raja Ampat maupun di wilayah lainnya, akan dikelola independen oleh negara sesuai syariat. Hasilnya didedikasikan untuk rakyat, dijual dan distribusikan atas nama rakyat. Keuntungannya akan disimpan di Baitulmal. Sebagiannya lagi akan diberikan negara kepada rakyat dalam bentuk pemenuhan seluruh kebutuhan vital, seperti kesehatan, pendidikan, dan keamanan.
Negara juga akan memperhatikan semua proses pendirian pabrik-pabrik industri dan pengelolaan limbah pertambangan dengan membentuk tim ilmuwan dan menggalakkan kecanggihan teknologi untuk mengelola limbah sehingga ketika dibuang tidak merusak lingkungan dan menimbulkan bahaya bagi rakyat.
Sebab kepemimpinan adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggungjawaban. “Pemimpin adalah pengatur urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggung jawaban atas rakyatnya.” (HR. al-Bukhari dan Ahmad). Wallahu a’lam bi ash-shawwab. [LM/ry].