Idulfitri: antara Euforia Kemenangan dan Nestapa Umat


Oleh Anggi

 

Lensamedianews.com__ Idulfitri adalah momentum yang sarat makna bagi umat Islam. Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah Ramadan, hari raya ini hadir sebagai puncak kebahagiaan atas keberhasilan menunaikan perintah Allah SWT, sekaligus momen refleksi dan syukur. Bulan Syawal pun menyambut dengan semangat baru untuk memperbaiki diri dan memperkuat ketakwaan.

 

Namun, kebahagiaan ini belum dirasakan secara merata oleh seluruh umat Islam di penjuru dunia. Di Palestina, euforia Idulfitri justru ternoda oleh derita yang tak berkesudahan. Saat kaum Muslimin di berbagai tempat menyambut hari kemenangan dengan suka cita, warga Gaza justru harus menghadapi serangan brutal yang menewaskan sedikitnya sembilan orang, termasuk lima anak-anak (Tempo.com, 30-03-2025). Bom dan rudal diluncurkan tepat di tengah suasana Idulfitri, mengubah suasana haru menjadi pilu (CNNIndonesia.com, 30-03-2025).

 

Di luar Jalur Gaza, nasib tak kalah memprihatinkan dialami oleh para pengungsi Palestina di kamp-kamp seperti Wihdat di Yordania. Mereka hidup dalam kondisi serba terbatas, terasing dari tanah kelahiran, dan terjerat dalam kemiskinan struktural yang tak kunjung usai (MetroTVNews.com, 30-03-2025)

 

Kondisi ini mencerminkan bahwa kebahagiaan umat Islam belumlah utuh. Sebagian besar saudara kita hidup dalam bayang-bayang penderitaan, kehilangan anggota keluarga, tempat tinggal, bahkan hak untuk hidup dengan aman dan bermartabat. Tragedi ini bukan semata buah dari konflik politik, melainkan akibat nyata dari sistem global yang cacat secara fundamental.

 

Sistem sekuler liberal yang saat ini mendominasi dunia terbukti gagal melindungi hak-hak dasar manusia, terutama kaum Muslim. Kapitalisme global hanya melanggengkan ketimpangan, menutup mata terhadap penjajahan, dan menjadikan manusia sekadar komoditas dalam pusaran kepentingan elit dunia. Dalam konteks ini, penderitaan rakyat Palestina adalah cermin dari kebobrokan sistem internasional yang berpihak pada kekuatan, bukan keadilan.

 

Kenyataan ini seharusnya menggugah kesadaran kolektif umat Islam bahwa sudah saatnya mencari alternatif sistemik yang mampu memberikan solusi menyeluruh dan berkeadilan. Dan Islam, sebagai sistem hidup yang diturunkan oleh Allah SWT, menawarkan jawaban komprehensif atas krisis peradaban yang kita hadapi hari ini.

 

Secara historis, penerapan Islam dalam bingkai Khilafah telah terbukti membangun peradaban yang maju, adil, dan beradab selama berabad-abad. Di bawah kepemimpinan Islam, dunia menyaksikan kemajuan ilmu pengetahuan, stabilitas politik, dan perlindungan terhadap semua warga, tanpa diskriminasi.

 

Oleh karena itu, umat Islam perlu menjadikan perjuangan menegakkan kembali Khilafah sebagai agenda strategis. Bukan sekadar cita-cita politik, tetapi sebagai bentuk ketaatan kepada syariat dan upaya meraih kebahagiaan hakiki serta ridha Allah SWT. Jamaah dakwah perlu mengambil peran sentral dalam membina umat, membangun kesadaran ideologis, dan mengarahkan perjuangan menuju tegaknya kembali kehidupan Islam.

 

Saat dunia semakin kacau dan umat kian terpinggirkan, cahaya perubahan sejati hanya akan bersinar dari sistem yang bersumber dari wahyu, bukan dari ideologi buatan manusia. Fajar kemenangan Islam bukanlah utopia, melainkan janji Allah yang akan terwujud melalui kerja dakwah yang istikamah.

 

Semoga Idulfitri ini menjadi titik balik kesadaran, bahwa kebahagiaan sejati hanya akan terwujud ketika umat bersatu dalam perjuangan menegakkan keadilan di bawah naungan sistem Islam yang kaffah.