Kisruh Haji, Tanggung Jawab Negara di Mana?

Oleh : Santi
Sidoarjo
LenSaMediaNews.Com–Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025 kacau. Tim Pengawas Haji menyebutkan salah satu masalah dalam pelaksanaan haji 2025 adalah transportasi yang terlambat menjemput jemaah. Banyak jemaah haji Indonesia yang berjalan kaki menuju Mina sejauh enam km karena tidak adanya bus, bahkan ada yang menunggu hingga berjam-jam (detik.com, 9-6-2025).
Di Mina juga terjadi permasalahan, tenda jemaah haji Indonesia mengalami kelebihan daya tampung sehingga banyak yang tidak kebagian tenda, banyak juga jemaah yang terlepas dari pasangannya, ada juga jemaah haji tanpa izin resmi untuk haji. Pihak Arab Saudi menangkap 31 WNA, termasuk WNI, karena mengangkut 196 jemaah haji tanpa izin resmi menunaikan haji.
Tampak bahwa penyelenggaraan haji tahun ini banyak masalah sehingga tidak hanya berdampak pada kenyamanan jemaah, tetapi juga keselamatan dan kekhusyukan dalam beribadah.
Kisruh jemaah haji tidak sekadar berwujud buruknya layanan terhadap jemaah, tetapi juga banyaknya korupsi tehadap dana haji. Karut marut penyelenggaraan haji yang terus terjadi tiap tahun menunjukkan bahwa tidak sekadar persoalan teknis, tetapi paradigmatis. Masalah ini tidak dapat dilepaskan dari tanggung jawab negara dalam mengurus ibadah.
Penyelenggaraan ibadah haji sudah seharusnya memudahkan jemaah dalam beribadah khususnya penyediaan fasilitas seperti penyediaan penginapan, tenda, dan berbagai kebutuhan di Armuzna. Layanan transportasi, konsumsi, dan sebagainya adalah tanggung jawab negara karena dalam Islam penguasa adalah raa’in yang wajib mengurus semua urusan rakyat dengan baik, termasuk dalam ibadah haji.
Rasulullah saw. bersabda, “Khalifah atau kepala negara adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya atas rakyat yang diurusnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ini semua berpangkal dari adanya Kapitalisasi ibadah haji dan lepasnya tanggung jawab negara atas urusan ini. Dengan asas sekulerisme atau memisahkan agama dari kehidupan, haji tidak dianggap sebagai ibadah wajib yang pelaksanaannya harus diurus sebaik baiknya oleh negara. Ibadah haji disamakan dengan komoditas ekonomi yang sangat menguntungkan dengan jalan dijadikan bisnis, sungguh berbeda dengan riayah haji dalam sistem Islam.
Di dalam sistem Islam, haji bukanlah sekadar soal administrasi dan teknis, tetapi memiliki landasan iman dan takwa sebagai penerapan rukun Islam yang kelima dan diwajibkan atas muslim yang mampu. Khalifah akan meyiapkan mekanisme dan layanan terbaik bagi para tamu Allah. Orientasi negara dalam penyediaan fasilitas haji adalah kemaslahatan rakyat, bukan keuntungan finansial saja.
Khalifah akan menyertai jemaah haji dan memastikan semua kebutuhan mereka dalam beribadah haji terurusi dengan baik. Sekaligus memberikan layanan yang sempurna dan itu hanya terjadi jika sistem keuangan negara kuat. Dan ini akan terwujud ketika negara Khilafah tegak, karena menerapkan sistem ekonomi, keuangan, dan moneter Islam yang membuat harta Baitulmal melimpah ruah yang berasal dari sumber-sumber pendapatan yang sangat besar dan beragam. Harta Baitulmal bersumber dari fai, kharaj, jizyah, usyur, harta milik umum (tambang, hutan, laut, sungai, gunung). Sangat wajar jika pemasukan negara dalam jumlah yang besar, karena seluruh negeri muslim dipersatukan dalam satu kepemimpinan, yaitu khilafah. Sehingga seluruh potensi negeri muslim bisa dioptimalkan. Wallahualam bissawab. [LM/ry].