Remaja Bunuh Diri, Rapuhnya Mental Generasi

Oleh Avin
(Muslimah Jember)

 

 

Lensamedianews.com_ Sungguh miris, kasus bunuh diri dikalangan remaja terjadi lagi dan semakin meningkat tiap tahunnya, berawal dari masalah pribadi, pergaulan, dan sosial. Sehingga keterpurukan remaja semakin menghawatirkan, fenomena ini sejatinya berpangkal dari cara pandang yang telah memisahkan agama dari kehidupan yaitu sekularisme.

 

Penyebab Maraknya Bunuh Diri

Rapuhnya mental remaja  yang berakibat fatal seperti kasus bunuh diri yang melibatkan remaja dikawasan Bekasi. Diketahui seorang remaja laki laki yang tewas usai melompat dari area parkir motor mall metropolitan pada 23 Oktober 2024 (kompas.id, 23-10-2024). Tentu krisis mental yang buruk ini menjadi fenomena yang mengerikan bagi masa depan generasi, ketika seorang dihinggapi masalah hidup yang begitu pelik, diambillah jalan pintas kematian, bunuh diri seolah menjadi keputusasaan menyelesaikan masalah atau jalan keluar terbaik dari masalah yang ada.

 

Adapun terkait kesehatan mental, Indonesia National Adole Scent Mental Health Survey (I-NAMHS) survey kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun diindonesia menunjukkan hasil survey bahwa satu dan tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental. Data tersebut sebanding dengan 15,15 juta remaja (timesindo.co.id,17-10-2024).


Adapun masalah ekonomi yang juga menghawatirkan jumlah gen z dengan banyaknya pengangguran diindonesia yang mencapai 9,9 juta (radarjogja.jawapos.com,23-10-2024).

 

Kurikulum sekolah yang masih menerapkan materi teori saja Ketimbang praktek ditambah biaya pendidikan yang makin mahal sehingga berdampak pada rendahnya jumlah lulusan perguruan tinggi karena banyak yang tidak mampu kuliah.

 

Faktor Sistem

Banyak faktor yang melatarbelakangi seseorang bunuh diri, salah satunya depresi karena persoalan hidup yang tidak kunjung usai, seperti persoalan tekanan hidup, keluarga, percintaan, mahalnya biaya pendidikan, pengangguran, masalah ekonomi, gaya hidup yang rusak hedonis, digitalisasi dan teknologi yang tidak terarah salah satunya fomo (fear of missing out). Dari berbagai persoalan tersebut membuat gen z mudah menyerah dan putus asa. Tentu faktor utamanya ialah penerapan sistem sekuler kapitalisme buatan manusia yang telah gagal mewujudkan generasi kuat dan tangguh, sistem sekuler ini justru memberikan cara pandang barat kepada gen z hingga ia lupa akan jati dirinya, sekulerisme telah membangun sebuah keluarga dengan cara pandang materialistis dengan menjadikan ayah dan ibu sibuk bekerja hingga anak anak tidak merasakan peran orang tua dan kehilangan sosok orang tuanya.

 

Adapun sekolah dan masyarakat. Kurikulum sekuler yang menjauhkan manusia dari aturan Allah SWT sehingga para generasi terdidik dengan cara pandang kapitalis sekulerisme yang menjadikan standart kebahagiaan hidup adalah meraih materi dan kesenangan duniawi, sehingga ketika  mereka gagal meraihnya , depresilah yang menghujam para gen z tanpa memikirkan halal haram, sosial media pun sangat signifikan dalam menciptakan lingkungan kondusif bagi pertumbuhan kesehatan mental jiwa tiap individu, kemudian peran negara , generasi saat ini sangat rentan terhadap perilaku bunuh diri, mereka mengalami krisis identitas yang tidak mampu manyaring mana yang harus jadi panutan dan mana yang tidak layak dijadikan teladan. Alhasil akibat gempuran pemikiran sekuler kapitalis inilah yang menciptakan generasi yang memiliki mental dan kepribadian rapuh juga lemah dengan dijejali kesenangan sesaat sampai mereka lupa cara pandang yang benar dalam menyelesaikan persoalan hidup.

 

Solusi Islam

Generasi merupakan kunci kebangkitan yang  berpeluang besar menuju perubahan yang lebih baik secara Islam. Oleh karena itu, generasi harus diselamatkan dengan cara membina, mendidik, dan menanamkan akidah Islam kepada mereka agar terbentuk pola pikir dan pola sikap Islam, kemudian dibekali dengan pemahaman bahwasanya Islam memiliki solusi dalam mengatasi berbagai persoalan hidup, dengan begitu mereka akan memandang setiap perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban, mereka akan menyibukkan diri dengan hal hal yang bermanfaat bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat, dan menerapkan kurikulum pendidikan berbasis akidah Islam, kemudian dari keluarga, seorang ibu merupakan madrasah bagi anak anaknya, sedangkan  khilafah akan menetapkan kebijakan ekonomi dari kalangan laki laki, maka secara pasti peran ayah dan ibu berjalan seimbang seiring pemenuhan kebutuhan pokok yang dijamin negara.

 

Jelas, keterpurukan para generasi adalah suatu keniscayaan didalam sistem sistem sekuler kapitalisme, maka dari itu sistem ini harus segera dicampakkan dan menggantinya dengan mengembalikan kehidupan Islam secara kaffah yang mampu menciptakan generasi sehat, selamat, dan bahagia dunia akhirat dengan bekal tsaqofah Islam dan akidah Islam.

Wallahu a’lam bishshawab