Boikot Tak akan Mampu Membebaskan Gaza dan Melawan Kapitalisme Global

Oleh: Keke Nurhabibah
LensaMediaNews.com, Opini_ Dunia kembali menyaksikan kebiadaban Zionis Israel. Sejak 18 September 2025, listrik, internet, dan telekomunikasi di Gaza padam total. Ratusan ribu warga Palestina terisolasi, ribuan tank Israel mengepung mereka, dan upaya pengosongan Gaza dilakukan dengan membuka jalur evakuasi Salah al-Din. (Tribunnews, 22/09/2025).
Sekalipun kecaman internasional menggema, Israel tetap bergeming. Belgia melarang impor dari Israel. Spanyol bahkan mengubah embargo senjata de facto menjadi undang-undang, melarang kapal dan pesawat bersenjata menuju Israel berlabuh di wilayahnya. Norwegia bersiap melakukan divestasi dari perusahaan-perusahaan Israel. Bahkan Hollywood dan dunia olahraga mulai memboikot. Namun, semua itu hanya seperti lipstik politik karena faktanya Gaza tetap terkepung dan darah rakyat Palestina terus tertumpah (Tempo, 21/09/2025).
Mengapa? Karena tujuan Israel jelas: membangun “Negara Israel Raya” sebagaimana tertuang dalam Protokol Zionis, menjadikan Palestina pusat kekuasaan mereka. Upaya ini tak akan mungkin berjalan tanpa sokongan penuh dari Amerika Serikat, negara adidaya yang menjadi rumah bagi kapitalis dunia yang terafiliasi dengan gerakan Zionis.
Sejarah mencatat, Yahudi adalah kaum yang paling keras permusuhannya terhadap kaum Muslimin. Allah telah mengingatkan dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik…” (QS. Al-Maidah: 82).
Kita juga menyaksikan fenomena lain: kapitalisme global tidak hanya menindas umat di Gaza, tetapi juga menjerat generasi muda kita. Fenomena job hugging anak muda yang bertahan di pekerjaan yang tidak mereka sukai karena takut menganggur adalah potret nyata kegagalan sistem kapitalis dalam menjamin hak dasar rakyat, termasuk pekerjaan (CNBC Indonesia, 19/09/2025).
Lebih parah lagi, sistem sekuler-liberal telah merusak mental generasi muda melalui media sosial. Fenomena lonely in the crowd memperlihatkan bagaimana anak muda tampak ramai di dunia maya, namun sunyi dan kesepian dalam kehidupan nyata (Detik, 19/09/2025). Kapitalisme telah mencetak generasi rapuh, teralienasi dari keluarga, abai pada persoalan umat, dan sulit produktif.
Lalu, solusi apa yang harus kita ambil?
Sejarah Islam menunjukkan bahwa umat ini hanya akan terbebas dari cengkeraman musuh ketika memiliki perisai berupa Khilafah. Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Imam (Khalifah) itu adalah perisai, di mana orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR. Muslim).
Khilafah akan mengerahkan tentara Islam untuk membebaskan Palestina, sebagaimana dulu Salahuddin Al-Ayyubi membebaskan Al-Quds dari tentara salib. Khilafah juga akan menyediakan lapangan kerja, menjamin kebutuhan rakyat, serta membimbing generasi muda dengan ruh iman agar terhindar dari jebakan kapitalisme global.
Maka, pemboikotan, embargo, dan kecaman internasional tidak akan pernah cukup. Dunia membutuhkan perubahan mendasar. Umat Islam membutuhkan Khilafah ala minhajin nubuwwah, agar umat memiliki pelindung sejati dan dunia bebas dari penjajahan Zionis serta penindasan kapitalisme.
