Aktifkan Jam Malam, Efektifkah Lindungi Hak Anak?

Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
LenSaMediaNews.Com–Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, “99 persen kasus tawuran dan konsumsi minuman keras pada anak seringkali disebabkan oleh faktor keluarga, seperti perceraian atau kekerasan dalam rumah tangga, serta hilangnya kontak antara orang tua dan anak. Inilah esensi dari penerapan jam malam yang kami maksud.”
Ya, Walikota Surabaya ini telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 400.2.4/12681/436.7.8/2025 tentang Pembatasan Jam Malam bagi Anak di Kota Surabaya. Pemberlakuan jam malam bagi anak di luar rumah dimulai pukul 22.00 WIB hingga 04.00 WIB.
Namun, ada beberapa pengecualian yang diizinkan, salah satunya, anak mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah atau lembaga pendidikan resmi atau ada kondisi darurat, bencana, atau keperluan kesehatan mendesak. Serta, kondisi lain yang mendapat persetujuan dan sepengetahuan orang tua/penanggung jawab.
Kebijakan ini, diklaim Eri sebagai langkah konkret pemerintah kota untuk menjaga dan melindungi hak-hak anak. Tujuannya memastikan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal, serta terlindungi dari berbagai bentuk kekerasan dan diskriminasi.
Sekaligus bagian dari jaringan global Child Friendly Cities Initiative (CFCI) UNICEF, dimana Kota Surabaya berkomitmen penuh untuk menciptakan lingkungan yang aman dan kondusif bagi tumbuh kembang anak. Dalam konteks surat edaran ini, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan (beritasurabayaonline net, 21-6-2025).
Setiap pelanggaran akan diberlakukan pendekatan persuasif dan edukatif sebagai prioritas utama, seperti kewajiban mengikuti program Rumah Perubahan dan Rumah Ilmu Arek Suroboyo (RIAS). Untuk kasus yang memerlukan penanganan khusus, akan dilakukan koordinasi dengan Kepolisian Resor Surabaya dan instansi terkait
Eri menambahkan bagi orang tua/penanggung jawab yang anaknya melanggar juga akan dikenai sanksi berupa wajib mengikuti program kelas parenting orang tua, serta akan dilakukan monitoring dan evaluasi oleh Ketua RW, Ketua RT, Kader Surabaya Hebat, dan Unsur Kelurahan/Kecamatan.
Orang tua juga diharapkan memberikan edukasi kepada anak terkait pencegahan dan konsekuensi hukum dari kenakalan remaja, pergaulan bebas, minuman keras, narkotika, psikotropika, zat adiktif lain, serta segala bentuk kekerasan terhadap anak. Contohnya menerapkan gerakan 1 Jam Berkualitas Tanpa Gawai Bersama Keluarga untuk meningkatkan komunikasi, kehangatan, kesehatan jiwa, dan ketahanan anak terhadap pengaruh negatif.
Efektifkah Kebijakan ini?
Seolah terlihat bagus, apalagi ada ratifikasi kebijakan internasional, namun, jika masih dalam sistem Kapitalisme sekular akankan hasilnya efektif? Dianggap anak mulai dari dalam kandungan hingga sebelum usia 18 tahun, apakah itu berarti ibunya yang akan mendapat sanksi jika melakukan pelanggaran jam malam? Pantaskah hanya mendapatkan pembinaan padahal sudah usia baligh? Disinilah letak kerancuan atas definisi anak itu sendiri.
Yang pasti, kebijakan ini akan bernasib sama seperti kebijakan-kebijakan sebelumnya, yang membabi buta tapi berakhir wacana. Keluarga adalah institusi terkecil dalam bangunan negara, sangatlah picik kalau hanya dibebankan kepada kekuatan keluarga semua hal yang berkaitan dengan pembentukan generasi cemerlang dan tangguh.
Banyak keluarga yang konsisten mendidik anak-anak, termasuk memasukkannya ke pondok pesantren atau sekolah terpadu baik swasta maupun pemerintah, namun persoalan muncul ketika terjun ke masyarakat, di sana terwarnai dan samasekali tak bisa membawa nilai-nilai awal yang sudah dipelajari.
Penyebabnya jelas negara yang abai, dari mulai ekonomi, pendidikan, kesehatan hingga hukum diatur dalam sistim Kapitalisme yang tak ramah rakyat. Semua berbayar tinggi, hingga rakyat kesulitan mengakses. Sekolah dibentuk untuk menghasilkan output canggih tapi bermental bobrok. Ekonomi berbasis riba dan KKN (Kolusi, Korupsi, Nepotisme). Apalagi hukum, jelas-jelas pelanggaran masih bisa ditawar dengan sejumlah uang.
Islam Saatnya Dijadikan Solusi Anak Tangguh
Jelas kita tak bisa berharap lagi pada sistem Kapitalisme, antara kebijakan dan implementasi di lapangan sangatlah berseberangan, banyak celah kecurangan yang memungkinkan dimasuki. Apalagi agama (Islam ) dipisahkan, tak ada kewajiban bahwa setiap perilaku wajib halal, melainkan bermuara pada kepentingan yang lebih besar, yaitu manfaat.
Pun ketika bermaksud mengikuti arahan internasional sebagai bentuk konsistensi tak akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik, jelas-jelas cara pandang barat sangat bertentangan dengan Islam. Dan pengaruh itulah semestinya yang harus kita hilangkan, dengan memberi pendidikan berbasis akidah Islam. Agar para generasi muda memiliki kepribadian Islam yang mampu menangkal setiap pemikiran yang bertentangan dengan syariat.
Jam malam hanya langkah praktis pemerintah mengatasi masalah, tak akan menyentuh akar persoalan, kecuali satu, saatnya terapkan syariat Islam. Sistem aturan yang berasal dari Allah SWT. pencipta langit dan bumi. “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Maidah:50). Wallahualam bissawab. [LM/ry].